Cari Blog Ini

Laman

Rabu, 25 Mei 2011

Down Syndrome

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
              Sejak dahulu orang mengetahui dari pengalaman sehari-hari bahwa anak itu kerapkali memiliki sifat-sifat seperti orangtuanya, tidak saja mengenai kejasmaniannya tetapi juga mengenai kejiwaannya dan tingkahlakunya. Seringkali dikatakan juga bahwa dari si ayah dapat dikenal si anak, sebaliknya pun dari si anak dapat dikenal si ayah. Namun demikian tidak ada seorang pun di dunia ini yang persis benar dengan orang lain. Semua orang memiliki perbedaan-perbedaan sifat keturunannya, yang dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas. Akan tetapi karena sifat yang merugikan itu tidak selalu memperlihatkan ekspresinya maka orang yang sesungguhnya memiliki sifat yang merugikan itu selalu menganggap dirinya normal.
Keabnormalitasan materi genetik dapat menimbulkan berbagai penyakit baik yang dapat diturunkan secara genetika ataupun yang tidak dapat diturunkan. Seperti halnya dalam kasus Down Syndrom yang tingkat kejadiannya cukup tinggi tersebut. Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit tersebut sehingga bisa dikatakan bahwa penyakit tersebut tidak selalu genetik dari orang tuanya.

Skenario
              Seorang ibu (37 tahun) mendatangi bidan desa yang dulu membantu persalinan anak perempuannya untuk mengkonsultasikan anaknya (usia 12 bulan dan berat badan 7,5 kg) yang Belem bisa dusuk sendiri. Abak tersebut lahir normal dengan berat 2,5 kg dan baru bisa tengkurap saat berusia 6 bulan. Hasil pemeriksaan bidan menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami keterlambatan perkembangan psikomotor. Untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang lebih baik, bidan desa tadi menyarankan agar anak tersebut dikonsultasikan ke bagian anak di RS besar yang lengkap di kota.
              Hasil pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis anak menunjukkan microcephaly, flat nasal bridge, upward slanting palpebral fissure (mata sipit dengan epicanthal folds), hidung pesek, macroglassia, mulut sering terbuka, single transverse palmar crease, clinodactyly pada jari tangan ke-5, antara jari jempol kaki dan jari ke-2 terpisah lebar, flat feet, kulit nampak keriput (dry skin), dan anak nampak ”floopy”. Hasil pemeriksaan kariotipe menunjukkan adanya trisomi 21.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.  Apakah nama penyakit yang di derita anak tersebut?
2.  Bagaimana keterlibatan materi genetik dalam penyakit tersebut?
3.  Bagaimana patogenesis dan patofisiologi penyakit tersebut?
4.  Bagaimana cara deteksi dini penyakit tersebut?
5.  Bagaimana cara rehabilitasi penyakit tersebut?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui faktor-faktor terjadinya down syndrome
2.      Mengetahui ekspresi gen pada kromosom 21.
3.      Memahami letal-letak kromosom yang menyebabkan trisomi.
4.      Memahami cara deteksi dini down syndrome.
5.      Mengetahui penatalaksanaan pasien down syndrome.

D.    MANFAAT
1.      Mahasiswa dapat menetapkan diagnosis penyakit di bidang genetik dan molekuler berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2.      Mahasiswa mampu melakukan pencegahan pada penyakit genetika dan molekuler.


BAB II
STUDI PUSTAKA

A.    KLARIFIKASI ISTILAH
1.      Microchepaly
Pengecilan kepala yang abnormal, biasanya disertai dengan retardasi mental (Dorland, 2006)). Ukurannya 2 kali lebih kecil dari normal (wikipedia, 2008). Hal ini desebabkan karena otak gagal tumbuh dan akibatnya otak gagal berekspansi (Sadler, 2000).
2.      Epicanthal folds
Lipatan kulit vertikal pada sisi hidung, terkadang menutupi kantus (sudut pada kedua ujung fisura antara kedua kelopak mata) sebelah dalam (Dorland, 2006).
3.      Macroglossia
Ukuran lidah yang berlebihan (Dorland, 2006), sehingga lidah menjulur keluar dan mulut selalu terbuka.
4.      Clinodactyly
Deviasi / defeksi lateral / medial yang permanen pada 1 jari / lebih (Dorland, 2006). Terjadi pembengkokan pada jari ke-5.
5.      Flat feet
Keadaan dengan satu atau lebih lengkung kaki mendatar atau menurun, disebut juga pes planovaldus (Dorland, 2006).
6.      Single transverse palmar crease
Pada telapak tangan hanya terdapat 1 garis pada transversal (Suryo, 2008).

B.     GEN
Gen adalah segmen molekul DNA yang mengandung semua informasi yang diperlukan untuk sintesis produk (rantai polipeptida atau molekul RNA), yang termasuk rangkaian pengkodean dan nonpengkodean. Ini merupakan unit biologi keturunan, reproduksi sendiri, dan ditularkan dari orang tua ke anak-anak. Setiap gen memiliki posisi spesifik (lokus) pada peta kromosom. Dari segi fungsinya, gen mencakup gen struktural, operator, dang en pengatur (Dorland, 2006). Bisa dikatakan, gen merupakan DNA, namun DNA belum tentu gen (Jarot, 2008). Letak gen yang menyebabkan Down Syndrome dapat dilihat pada Gambar1.

C.    TRISOMI
Trisomi adalah terdapatnya kromosom tambahan satu tipe dalam statu sel diploid (Dorland, 2006). Individu trisomi memiliki kelebihan sebuah kromosom jika dibandingkan dengan individu disomi / diploid (2n+1). Individu ini akan membentuk 2 macam gamet, yaitu gamet n dan gamet n+1 (Suryo, 2008). Trisomi merupakan salah satu jenis dari aneuploidi, yaitu pengurangan dan penambahan jumlah kromosom yang disebabkan adanya nondisjunction. Terjadinya trisomi dapat dilihat pada Gambar 2.
Trisomi merupakan akibat dari aberrasi kromosom dalam jumlah kromosomnya. Aberrasi kromosom merupakan sebutan untuk mutasi pada kromosom. Trisomi seniri dapat dibedakan atas trisomi untuk kromosom sex dan untuk kromosom autosom. Syndrome Down tergolong dalam trisomi pada autosom. Trisomi autosom tidak hanya terjadi pada kromosom 21 saja, namun dapat terjadi pada kromosom-kromosom lain, diantaranya trisomi 13 (Patau Syndrome), trisomi 18 (Edward Syndrome), trisomi C, D, E, 7, 1, 5, 12, 17,19, dan berbagai macam lagi yang menimbulkan penyakit-penyakit tersendiri. Sedangkan untuk trisomi pada kromosom sex dapat menyebabkan Klinefelter Syndrome, Turner Syndrome, Triple-X Syndrome, dan  pria XYY.

D.    NONDISJUNCTION
Nondisjunction adalah Kegagalan dua kromosom homolog untuk memisahkan sel-sel yang membelah selama divisi meiosis I atau 2 kromatid sebuah kromosom untuk memisahkan sel-sel yang membelah selama mitosis atau divisi meiosis II sebagai akibatnya, satu sel anak mempunyai satu kromosom tambahan dan yang lain mempunyai satu kromosom (Dorland, 2006). Nondisjunction dapat terjadi pada meiosis I dan II atau selama mitosis (Mujosemedi, 2008), namun kemungkinan terjadinya pada waktu meiosis I 3x lebih besar dari pada waktu meiosis II. Terjadinya nondisjunction dapat dilihat pada gambar 3.
Ada beberapa pendapat tentang mengapa terjadi nondisjunction, yaitu :
1.  Mungkin disebabkan adanya virus atau ada kerusakan akibat radiasi. Gangguan ini makin mudah berpengaruh pada wanita yang berumur tua.
2.      Mungkin disebabkan adanya pengandungan antibody tiroid yang tinggi.
3.   Sel telur akan mengalami kemunduran, apabila setelah satu jam berada di dalam saluran fallopi tidak dibuahi. Oleh karena itu, para ibu yang berusia agak lanjut (melebihi umur 35  tahun) biasanya akan menghadapi risiko lebih besar untuk mendapatkan anak Down Syndrome Triple 21.
(Suryo, 2008)

E.     TRANSLOKASI
Translokasi ahíla peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan karena statu potongna kromosom bersambungan dengan potongan kromosom lanilla yang bukan homolognya (Suryo, 2008). Pada kasus Down Syndrome, biasanya diperoleh dari kromosom ibu yang terdapat translokasi sedangkan ayah normal. Kromosom tersebut nampak berjumlah 46 kromosom, padahal kromosom yang seharusnya terdapat pada kromosom 21 menempel pada kromosom lain (biasanya 14 atau 15).

F.     KARIOTIPE
Kariotipe merupakan pengaturan kromosom secara standar berdasarkan panjang, jumlah, serta bentuk kromosom dari sel somatis suatu individu. Sebelum melakukan kariotipe, dilakukan kultur jaringna terlebih dahulu. Mula-mula mengambil 5 cc darah vene. Sel-sel darah dipisahkan, bubuhkan pada médium yang mengandung phytohaemoglutinin (PHA). Kemudian sel leukosit dipelihara dalam keadaan steril pada temperatur 37oC dalam 3 hari. Saat sel membelah dibubuhkna zat kolkhisin untuk menghentikan pembelahan sel pada fase metafase. Setelah satu jam ditambahkan larutan hipotonik, sehingga sel-sel membesar dan kromosom menyebar letaknya. Kromosom dipotret dan digunting lalu diurutkan dari yang terpanjang (Suryo, 2008).

 BAB III
PEMBAHASAN

Down Syndrome adalah merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom (Akhiruddin, 2008). Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadinya pembelahan (Wikipedia, 2008). Kelainan ini terjadi pada autosom. Maka penderita Down Syndrome dapat laki-laki ataupun perempuan. Penderita Down Syndrome biasanya memiliki cirri-ciri microcephaly, flat nasal bridge, upward slanting palpebral fissure (mata sipit dengan epicanthal folds), hidung pesek, macroglassia, mulut sering terbuka, single transverse palmar crease, clinodactyly pada jari tangan ke-5, antara jari jempol kaki dan jari ke-2 terpisah lebar, flat feet, kulit nampak keriput (dry skin), iris mata terkadang berbintik (bintik-bintik “Brushfield”), pertumbuhan gigi terganggu, kelainan jantung, tidak resisten terhadap penyakit (Suryo, 2008), ototnya lemah, sehingga mereka menjadi lembek dan menghadapi masalah lewat dalam perkembangan motor kasar. Penderita Down Syndrome memiliki retardasi mental dari yang rendah (imbesil)  sampai yang berat (idiot). IQ rendah, yaitu antara 25 – 75, kebanyakan kurang dari 40 (Suryo, 2008).
Etiologi dari Down Syndome dapat dibagi menjadi 4, yaitu (Akhiruddin, 2008) :
1.      Trisomi 21 (SyndromDown Triplo 21) atau trisomi murni
Trisomi 21 (47,XX,+21) / (47,XY,+21) disebabkan oleh nondisjunction. Akibatnya sel gamet dihasilkan dengan tambahan salinan kromosom 21, dengan itu sel gamet memiliki 24 kromosom. Apabila berkabung dengna gamet normal dari pasangannya, embrio ini mempunyai 47 kromosom, maka satu gamet akan memiliki dua copy dari kromosom 21.
2.      Mosaicism (Mozaic Down Syndrome)
Sekitar 1% individu memiliki dua macam sel, sebagian sel memiliki jumlah kromosom normal (46 kromosom), sebagian lain memiliki jumlah kromosom lebih (47 kromosom) (Tim Genetika Medik FK UWKS, 2007). Keadaan ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu nondisjunction pada awal pembagian sel pada embrio normal mendorong terbentuknya pembelahan sel dengan trisomi 21, atau embrio Down Syndrome mengalami nondisjunction pada setengah sel pada embrio kembali normal.
3.      Translokasi Robertsonian
Lengan panjang dari autosom 21 melekat pada autosom lain, biasanya 14 atau 15. Penderita ini nampak seperti memiliki 46 kromosom, satu kromosomnya adalah kromosom translokasi t(14q21q), namun sebenarnya ada 47 kromosom. Anak ini terjadi dari ibu yang memiliki 45 kromosom, dengan satu kromosomnya adalh kromosom translokasi, kenmudian bertemu dengan kromosom normal milik ayahnya (Suryo, 2008).
4.      Gandaan sebagian kromosom 21
Kromosom 21 akan melalui penyalinan, yang mengakibantkan salinan tambahan sebagian, tetapi bukan semua gen pada kromosom 21 (46,XX,dup(21q)). Pada pembelahan kromosom yang seharusnya vertikal, menjadi horozontal, kemudian, salah satu kromosom bagian atas mereduksi, sedangkan bagian bawah menduplikasi.
Tidak semua Down Syndome diturunkan, tergantung etiologi dari penyakit tersebut. Untuk trisomi murni dan mosaici tidakditurunkan, karena kesalahan baru terjadi pada proses pembelahan sel pada embrio, sedangkan translokasi bersifat menurun (Suryo, 2008). Down Syndrome diturunkan dari ibu dan tidak bisa dari ayah. Umur ibu merupakan faktor terbesar terjadinya Down Syndrome (Silvya and Lorraine, 2005). Penyakit ini juga dapat disebabkan karena mutasi. Gen-gen yang terdapat di dalam kromosom 21 yang bisa menimbulkan Down Syndrome antara lain Superoxide Dismutase (SOD1) menyebabkan penuaan dini, COL6 A1 menyebabkan serangan jantung, ETS2 menyebabkan gangguan tulang, CAF1A dapat mengganggu sintesis DNA, Cystathione Beta Synthase (CBS) dapat mengacaukan metabolisme dan DNA Repair, DYRK menyebabkan mental retardation, CRYA1 menimbulkan katarak, GART dapat mengacaukan sintesis DNA dan repair, serta IFNARdapat memepengaruhi sistem imun. Gen-gen tersebut mengalami over ekspresi karena peningkatan jumlah kromosom 21, sehingga protein yang dihasilkan juga akan berbeda (Leshin, 2000)
Untuk mendeteksi adanya penyakit Down Syndrome ini, dapat dilakukan berbagai cara, antara lain pengambilan cairan ketuban dalam kandungan (amniocentesis) sebanyak 10 – 20 cc dengan jarum injeksi pada kehamilan 14 – 16 minggu dan setelah 2 – 3 minggu akan dibuat kariotipenya (Suryo, 2008), CVS (Chorionic Villus Sampling) untuk diperiksa kromosomnya pada usia kehamilan 8 – 10 minggu (Tim Genetika Medik FK UWKS, 2007), pemeriksaan darah pada ibu yang disebut ”triple screen” pada usia kehamilan 15 – 22 minggu untuk mengetahui tingkat risiko terjadinya Down Syndrome dengan menggunakan tiga penanda, yaitu alpha-fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG), bisa juga ditambah Inhibin A untuk diukur kadarnya sehingga disebut ”quadruple screen”, deteksi juga bisa menggunakan ultrasound yang menunjukkan adanya hubungan antara ukuran nuchal translucency (cairan yang tekumpul di belkang leher janin) dengan Down Syndrome, dengan ultrasound akan terdeteksi bercak-bercak putih pada usus dan jantung serta pelebaran saluran ginjal pada janin ( I Nyoman, 2008).
Down Syndrome tidak dapat disembuhkan, yang dapat diusahakan adalah  menjaga agar kesehatan anak Down Syndrome agar tetap optimal (Tim Genetika Medik FKUWKS, 2007). Penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup. Intervensi dini untuk ganguan perkembangan untuk optimalisasi kognitif dan progress social, perhatian khusus pemberian makan dan status nutrisi untuk mendukung kesulitan makan pada masa bayi dan pencegahan obesitas pada masa anak dan remaja. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan dengan kurva khusus Sindrom Down dan tahapan perkembangan sesuai Sindrom Down (Akhiruddin, 2008). Penderita biasanya berumur maksimal 20 tahun, akan tetapi dengan tersedianya berbagai macam antibiotika dapat memperpanjang umur (Suryo, 2008).

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
Down Syndrome merupakan penyakit akibat kelainan pada kromosom autosom yang bisa diturunkan secara genetis dan ada yang tidak menurun. Penyebab sindroma down adalah adanya over ekspresi dari gen-gen yang ada pada kromosom 21 karena bertambahnya jumlah gen pada kromosom 21, dapat berupa trisomi murni, mosaicism, translokasi robertsonian, dan duplikasi kromosom 21. Penyakit ini sudah dapat di deteksi sejak bayi berada di dalam janin ibu dengan banyak cara baik secara molekuler maupun dengan penglihatan organ dalam menggunakan ultrasound. Untuk menangani penyakit ini hanya bisa menjaga agar kondisi pasien tetap optimal dan pemberian antibiotic untuk memperpanjang usia karena memang penyakit ini belm bisa disembuhkan.

B.     SARAN
1.      Wanita disarankan menghindari kehamilan pada usia di atas 35 tahun.
2.      Selalu menjaga pola hidup sehat terutama bebas dari alkohol dan rokok.
3.      Bagi wanita hamil disarnkan rajin memeriksakan kesehatan kandungannya.
 
DAFTAR PUSTAKA

 Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.
 Leshin, Len. 2000. Trisomy 21: The Story Of Doen Syndrome. http://www.pubmedcentral.nih.gov
 Mujosemedi. 2008. Siklus Sel Mitosis dan Meiosis. Unpublished paper presented at Kuliah Blok Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran UNS.
 ---------. 2008. Sitogenetika. Unpublished paper presented at Kuliah Blok Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran UNS.
 Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi Vol.1. Jakarta: EGC.
 Sanjaya, I Nyoman Hariyasa. 2008. Down Síndrome: Apa Yang Anda Perlu Ketahui Saat Anda Hamil. http;//husadautamahospital.com/rain/files/Downsyndrome.pdf
 Subandono, Jarot. 2008. Mutasi DNA. Unpublished paper presented at Kuliah Blok Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran UNS.
 Suryo. 2008. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
 Suryo, Sadler.T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Yakarta: EGC.
 Tim Genetika Medik FK UWKS. 2007. Kelebihan Kromosom 21 Penyebab retaraasi Mental. http://www.surya.co.id/web/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=5471
 Wikipedia. 2008. Sindrom Down. http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Down

Tidak ada komentar:

Posting Komentar