Cari Blog Ini

Laman

Kamis, 26 Mei 2011

Imunisasi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Semakin lama jumlah dokter semakin bertambah, tetapi tidak semua dokter itu adalah "dokter yang sesungguhnya". Banyak sekali dokter yang lulus hanya sekedar lulus, tidak memiliki kompetensi yang seharusnya dimilki. Padahal sebagai tenaga medis, suatu skill itu sangat dibutuhkan, apalagi dewasa ini permasalahan dunia kedehatan semakin kompleks. Suatu kompetensi adalah modal utama yang harus dimiliki oleh seorang dokter dalam menjalani profesinya. Salah satu kompetensi tersebut adalah imunisasi.
Di negara berkembang, terutama daerah pedesaan yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi, sering terjadi wabah campak dengan angka kematian yang tinggi. Namun, dengan adanya program imunisasi yang terus menerus digalakkan selama ini, jumlah kematian karena penyakit campak menurun drastis. Menurut WHO setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati. Angka Kematian Bayi di Indonesia menurut hasil sensus penduduk tahun 1990 masih cukup tinggi, yaitu 74 per 1000 kelahiran hidup. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 dan 1992 menunjukkan bahwa penyakit tetanus neonatorium selalu berada pada kelompok 3 besar penyebab utama kematian bayi (Khalidatunnur dan Masriati, 2007). Program ini merupakan intervensi kesehatan yang paling efektif, yang berhasil meningkatkan angka harapan hidup.  The Expended Program on Immunisation dari WHO telah merekomendasikan vaksinasi terhadap 7 penyakit sebagai imunisasi rutin di negara berkembang, yaitu BCG, Polio, DPT, Campak, dan Hepatitis B. Namun, masih banyak anggapan yang salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. Banyak pula orang tua dan kalangna praktisi tertentu khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin. Perlu ditekankan bahwa pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memeberikan pencegahan terhadap anak tersebut, tetapi juga akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya peningkatan tingkat imunitas secara umum di masyarakat.
Melihat betapa pentingnya arti imunisasi, tidak salah jika imunisasi dijadikan sebuah kompetensi yang harus dicapai oleh dokter. Untuk mendapatkan kompetensi itu, sebagai calon dokter kami mempelajarinya melalui kegiatan Field Lab. Kegiatan ini dilakukan di salah satu puskesmas yang ditunjuk universitas sebagai sarana mencapai kompetensi tersebut, yaitu Puskesmas Masaran II sragen.

B.     TUJUAN PEMBELAJARAN
1.   Mampu menjelaskan dasar-dasar imunisasi dan imunisasi dasar di Indonesia.
2.   Mampu melakukan manajemen program dan prosedur imunisasi dasar bayi dan balita, anak sekolah, ibu hamil dan calon pengantin wanita di Puskesmas mulai perencanaan, cold chain vaksin, pelaksanaan (termasuk penanganan Kejadian Pasca Imunisasi/KIPI), pelaporan dan evaluasi.

BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN

A.    PENGARAHAN KEGIATAN
Sebelum dilaksanakan kegiatan Field Lab, kami mendapatkan bekal ilmu mengenai program imunisasi melalui Kuliah Pengantar Field Lab yang dialaksanakan pada tanggal 31 Maret 2009 di Fakultas Kedokteran UNS. Setelah itu diadakan pretest untuk mengetahui sampai mana pemahaman mengenai Program Imunisasi sebelum terjun ke lapangan. Kegiatan Field Lab dilaksanakan di Puskesmas Masaran II, Sragen, selama 4 hari. Hari pertama kegiatan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 17 April 2009. Kegiatan yang dialakukan adalah penjelasan dari instruktur puskesmas mengenai pelaksanaan imunisasi. Adapun hal-hal yang dijelaskan instruktur adalah sebagai berikut:
1.      Menghitung jumlah sasaran berdasarkan jumlah sasaran bayi tahun lalu yang diproyeksikan untuk tahun ini
Rumus = jumlah bayi kecematan th lalu x jumlah bayi kabupaten th ini
               Jumlah bayi kabupaten th lalu

2.      Target cakupan
Target cakupan di Puskesmas Masaran II disesuaikan dengan target Imunisasi Pemerintah Surakarta, yaitu sebagai berikut:
-          BCG   : 95% per tahun (7,9% per bulan)
-          DPT1  : 95% per tahun (7,9% per bulan)
-          DPT2  : 95% per tahun (7,9% per bulan)
-          DPT3  : 90% per tahun (7,5% per bulan)
-          Polio1 : 95% per tahun (7,9% per bulan)
-          Polio2 : 90% per tahun (7,5% per bulan)
-          Polio3 : 90% per tahun (7,5% per bulan)
-          Campak : 90% per tahun (7,5% per bulan)
-          HB Uniject : 75% per tahun (6,25% per bulan)

3. Indeks Pemakaian Vaksin adalah rata-rata jumlah dosis yang diberikan untuk setiap ampul/vaksin.
      IP Vaksin = Jumlah suntikan (cakupan) th lalu
                           Jumlah vaksin yang terpakai th lalu
      Dari rumus tersebut ditetapkan IP standar nasional
-          BCG    : 20 / 20
-          Polio    : 8 / 10
-          DPT     : 4 / 5
-          TT        : 8 / 10
-          HB      : 1 / 1
-          Campak : 8 / 10

4.      Menghitung Kebutuhan Vaksin
      Rumus= jumlah sasaran x target (%)
                              IP Vaksin

5.      Merencanakan kebutuhan alat suntik dan safety box
      - Alat Suntik= sasaran x target cakupan (untuk alat suntik 0,05 dan 0,5 ml)
      - Untuk alat suntuk 5 mL (oplos), kebutuhan vaksin = jumlah vaksin yang dibutuhkan.
Safety box adalah kotak tempat pembuangan limbah medis tajam. Ada dua macam yaitu 5 liter (menampung 100 alat suntik atau 300 uniject) dan 0.25 liter (menampung 10 uniject). Imunisasi yang diadakan di puskesmas ini menggunakan safety box ukuran 5 liter.
rumus = jumlah alat suntik BCG + DPT + TT + campak + untuk oplos
                                                                           100

6.      Menghitung kebutuhan peralatan rantai vaksin
No.
Jenis
Kebutuhan
Daya Tahan
1
Lemari Es
1 buah
10 tahun
2
Vaccine Carrier
3-5 buah
4 tahun
3
Thermos + 4 bh cold pack
Sejumlah tim lapangan
4 tahun
4
Cold Box
1 buah
5 tahun
5
Freeze Tag/ Freeze Watch
Sejumlah tim lapangan
5 tahun

7.      Perlakuan Terhadap Vaksin
Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C-8°C dan bagian bawahnya diletakkan cold pack. Vaksin diletakkan berdasarkan kesensitivannya. Vaksin yang sensitive terhadap panas adalah polio, campak, dan BCG diletakkan dekat evaporator, sedangkan yang sensitive terhadap pembekuan  adalah hepatitis B dan DPT diletakkan jauh dari evaporator.
Selain tanggal kadaluarsa, efektivitas vaksin juga dimonitor oleh VVM, yaitu sejenis stiker yang ditempelkan pada botol vaksin. Jika warna segi empat bagian dalam lebih terang dari warna gelap sekelilingnya, maka kondisi vaksin masih baik dan dapat digunakan. Vaksin harus segera digunakan jika warna warna bagian dalam sudah mulai gelap namun masih terang dari warna gelap sekitarnya dan vaksin sudah tidak boleh digunakan jika warna segi empat dalam lebih gelap/sama gelap dengan bagian di sekelilingnya.
Pada persiapan untuk menunggu dilaksanakannya imunisasi, vaksin diletakkan di atas spon yang di bawahnya diletakkan cold pack. Vaksin dibuka dan dilarutkan apabila jumlah peserta sudah mencukupi karena vaksin akan rusak. Vaksin BCG hanya bertahan 3 jam setelah dilarutkan sedangkan campak bertahan tidak lebih dari 6 jam.
Selain menerangkan hal-hal di atas, instruktur juga melakukan demo pelaksanaan imunisasi mulai dari persiapan sampai pemberiannya.

B.     PENGAMATAN IMUNISASI
Kegiatan kedua dilaksanakan pada hari selasa tanggal 21 April 2009 di Posyandu Pringanom. Tanggal ini menyesuaikan waktu pelaksanaan imunisasi di tempat tersebut. Sebelum berangkat ke Posyandu, pihak Puskesmas telah mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan imunisasi, antara lain alat suntik, vaksin, safety box, vaccine carrier beserta vaksin-vaksinnya. Di Posyandu, kami tidak melakukan imunisasi secara langsung, tetapi hanya mengamati proses tersebut yang dikerjakan oleh ibu-ibu bidan. Imunisasi yang dilakukan adalah campak, polio, DPT-HB (Combo), TT, dan BCG. Karena keterbatasan waktu yang kami miliki, kami hanya bisa melihat imunisasi campak, polio, dan combo saja.
Vaksin campak diberikan secara subkutan di bagian deltoit lengan kiri. Sebelum diberikan larutkan vaksin dengan 5 mL aquadest. Lalu gunakan jarum suntik 0,5 mL untuk mengambil vaksin tersebut. Usaplah kulit anak yang akan diimunisasi menggonakan kpasa dengan air hangat sebelum jarum ditusukkan. Sterilisasi tidak menggunakan alkohol karena akan merusak vaksin. Cubit sedikit kemudian jarum ditusukkan 45o.
Vaksin BCG di berikan secara intradermal jarum hampir sejajar dengan lengan pasien. Lokasinya sama seperti campak, hanya saja di lengan kanan. Vaksin ini sebelum digunakan juga harus dilarutkan dulu dengan 4 mL pelarut NaCl faali. Vaksin diambil 0,5 mL. Disuntikkan samapai terlihat indurasi.
Vaksin Polio diberikan dengan injeksi, tapi melalui oral. Biasanya diberikan 2 tetes. Vaksin Polio diberikan 4 kali. Polio 1 diberikan bersama BCG dan Hb uniject. Polio 2 diberikan bersama Combo 1, polio 3 bersama Combo 2, dan Polio 4 diberikan bersama Combo 3.
Combo merupakan gabungan dari vaksin DPT dan HB. Vaksin ini diberikan secara intramuskuler dengan sudut 90o dibagian femur lateralis superior. Sebelum jarum ditusukkan reanggangkan kulit terlebih dahulu. Vaksin Tetanus juga sama seperti Combo. Vaksin yang disuntikkan sejumlah 0,5 mL.
Adapun data beberapa anak yang diimunisasi, yaitu sebagai berikut:
No
Nama Anak
Jenis Kelamin
Umur
Jenis Imunisasi
1
Morista
Perempuan
1 bulan
BCG
2
Aulia
Perempuan
5 bulan
DPT/HB (Combo)
3
Hanum
Perempuan
9 bulan
DPT-3 dan Campak




C.    REVIEW KEGIATAN
Setelah mendapat materi pengamatan secara langsung, pada hari ke-3, yaitu hari Jumat tanggal 24 April 2009, diadakan proses evaluasi oleh pihak Puskesmas. Kami dievaluasi terhadap ilmu yang sudah diterima dari hari-hari sebelumnya untuk memantapkan kompetensi mengenai imunisasi tersebut. Kemudian pada hari terakhir,hari Jumat tanggal 1 Mei 200, kami mempresentasikan seluruh kegiatan yang kami lakukan. Kami juga mendapat mendapatkan tambahan materi mengenai imunisasi dari Kepala Puskesmas Masaran II, Sragen.


BAB III
PEMBAHASAN

Pelaksanaan kegiatan Field Lab tentu tidak lepas dari kendala. Pada hari pertama kegiatan sudah  bisa dikatakan lancar. Instruktur sudah menjelaskan mengenai perhitungan-perhitungan dan persiapan yang harus dilakukan sebelum imunisasi. Namun, memang ada beberapa hal yang belum dijelaskan, yaitu penghitungan sasaran ibu hamil, anak sekolah, dan wanita usia subur. Hal tersebut mungkin memang karena kegiatan imunisasi yang akan dilaksanakan hanya untuk para bayi saja. Selain itu mengenai KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) juga belum dijelaskan. Seharusnya hal tersebut juga tidak boleh terlupakan karena KIPI juga masuk sebagai salah satu kompetensi yang harus dicapai dalam program imunisasi. Tentunya sebagai seorang dokter tidak hanya bisa melaksanakan imunisasi, tetapi juga harus bisa menganalisa kejadian-kejadian yang timbul sesudahnya.
Kegiatan imunisasi tidak dilaksanakan di Puskesmas Masaran II, melainkan di Posyandu Pringanom sejak pukul 08.00 – 09.30. Pada hari ke dua, terdapat hambatan waktu. Seharusnya imunisasi bisa dilaksanakn pada pukul 08.00, tetapi baru dimulai pada pukul 09.00. Karena kami ada kegiatan di kampus, yaitu kuliah pada jam 10.00, kami tidak bisa mengikuti kegiatan imunisasi tersebut hingga selesai dan hanya bisa melihat beberapa jenis imunisasi saja, yaitu Combo, Polio, dan Campak. Dalam pelaksanaan imunisasi, kami mengamati ada bebrapa langkah penyuntikkan yang tidak sesuai dengan prosedur, seperti harusnya dialakukan aspirasi terlebih dahulu, merenggangkan kulit untuk injeksi intramuskuler, mencubit kulit untuk injeksi subkutan. Mungkin hal tersebut karena adanya beberapa hambatan, seperti anak yang menangis dan memberontak, sehingga menjadi tergesa-gesa. Untuk pelaksanaan imunisasi di Posyandu Pringanom, mengenai cakupan sudah tercapai, dengan rincian sebagai berikut:
-          BCG    : imunisasi 7 anak dari total 88 anak (7,9% -- tercapai)
-          DPT / HB : imunisasi 11 anak dari total 88 anak (12,5% -- tercapai)
-          DPT3 + campak : imunisasi 7 anak dari total 88 anak (7,9% -- tercapai)
Dari cakupan yang telah ditetapkan, dapat digunakan untuk merencanakan kebutuhan alat suntik, yaitu:
-          Alat suntik 0,05 ml untuk imunisasi BCG
Kebutuhan = sasaran x target cakupan BCG
 = 88 x 95% = 84 alat suntik BCG per tahun
-          Alat suntik 0,5 ml untuk imunisasi DPT, DT, TT, Campak, Hepatitis.
Kebutuhan = sasaran x target cakupan DPT, DT, TT
                   = 88 x 95%
                   = 84 alat suntik DPT, DT, TT per tahun.
Kebutuhan = sasaran x target cakupan Campak
                   = 88 x 90%
                   = 79 alat suntik Campak per tahun.
Kebutuhan = sasaran x target cakupan Hepatitis B
                   = 88 x 75%
                   = 66 alat suntik Hepatitis B per tahun.
Selain waktu, jumlah peserta imunisasi yang sedikit menjadi penghambat dari kegiatan ini. Hal tersebut mungkin keasadaran dari warga sekitar mengenai imunisasi kurang, bias juga sosialisasi dari pihak puskesmas atau posyandu juga kurang. Pada hari selanjutnya kami kira acara sudah berjalan cukup lancar. Kekurangan kami adalah hanya melaksanakan imunisasi tetapi tidak menjalankan pengamatan terhadap KIPI. Hal ini disebabkan waktu yang memang terbatas untuk kegiatan Field Lab. Padahal untuk KIPI dibutuhkan waktu tidak hanya 1atau 2 jam saja, tetapi bisa lebih dari 1 hari. Namun, dari pengamatan kami setelah dilaksanakannya imunisasi waktu itu reaksi bayi seperti menangis bisa dimasukkan dalam KIPI yang ringan.

BAB IV
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Dari kegiatan Field Lab yang telah kami lakukan di Puskesmas Masaran II, kami sudah bisa mencapai kompetensi menghitung jumlah sasaran, menentukan target cakupan, menghitung indeks pemakaian vaksin, menghitung kebutuhan vaksin, merencanakan kebutuhan alat suntik dan safety box, menghitung kebutuhan peralatan rantai vaksin, pengelolaan peralatan dan rantai vaksin (penyimpanan vaksin, pengelolaan vaksin yang sudah dibuka), dan menentukan kondisi vaksin dengan VVM (Vaccine Vial Monitor). Kami belum bisa mencapai kompetensi KIPI karena dalam kegiatan yang telah dilakukan, KIPI tidak dilaksanakan.

B.     SARAN
1.      Walaupun sasaran kegiatan imunisasi yang akan dilakukan adalah bayi, tidak ada salahnya penghitungan sasaran ibu hamil, wanita usia subur, dan anak sekolah juga dijelaskan agar tidak hanya tahu sebatas bayi saja.
2.      Mengenai KIPI seharusnya dijelaskan agar dapat mencapai kompetensi dan dilaksanakan sebagai evaluasi dari imunisasi yang telah dilakukan.
3.      Waktu antara puskesmas dan fakultas bisa lebih disesuaikan agar kegiatan bisa berjalan lebih lancar.
4.      Kesadaran masyarakat mengenai imunisasi harus lebih ditingkatkan dengan pengadaan sosialisasi atau penyuluhan-penyuluhan.
5.      Pelaksanaan imunisasi seharusnya tidak hanya pada bayi, tetapi bisa juga untuk ibu hamil, anak usia sekolah, atau wanita usia subur.


DAFTAR PUSTAKA

Khalidatunnur dan Masriati Maeta. 2007. Isu Mutakhir Imunisasi. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/11/isu-mutakhir-imunisasi/. 30 April 2009.
Tim Field Lab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2009. Manual Field Lab : Keterampilan Imunisasi. Surakarta :  Field Lab FK UNS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar