Cari Blog Ini

Laman

Kamis, 26 Mei 2011

Transplantasi Ginjal


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Gagal ginjal merupakan penyakit yang bisa dibilang mengancam jiwa. Ginjal memiliki banyak peranan di dalam tubuh agar tetap dalam keadaan homeostatis. Fungsi tersebut antara lain ekskresi produk sisa, metabolik dan bahan kimia lain, pengaturan keseimbangan elektrolit dan air, osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, tekanan arteri, keseimbangan asam-basa, glukoneogenesis, serta sekresi, metabolisme, dan ekskresi hormon (Guyton and Hall, 2008). Bisa dibayangkan bagaimana jika salah satu, beberapa, atau bahkan semua fungsi tersebut tidak berjalan.
Terapi yang sudah kerap dilakukan diantaranya dialisis, transplantasi ginjal, dan pemberian obat imunosupresif. Namun, terapi pengganti fungsi ginjal (dialisis dan transplantasi) memerlukan biaya yang tidak sedikit, hasilnya pun tidak selalu diperoleh keberhasilan. Bahkan setelah dilakukannya tindakan tersebut, justru pasien tersebut meninggal dunia. Melihat fenomena-fenomena tersebut seorang dokter harus lebih jeli dalam melakukan suatu penanganan. Dokter harus paham mengapa bisa terjadi kejadian-kejadian tersebut agar bisa menghindari sebelum dilakukannya tindakan tersebut.

Skenario
Pak Eko datang ke rumah Pak Andi menyampaikan kabar bahwa istri Pak Eko sedang dirawat di rumah sakit  karena gagal ginjal dan perlu mendapatkan transfuse darah karena kadar hemoglobinnya terus menurun. Pak Andi pernah membaca bahwa beberapa penyakit bisa ditularkan melalui transfuse seperti hepatitis, malaria, sifilis bahkan HIV/AIDS. Apakah tidak berisiko untuk istri pak Eko ya? Pak Eko menyatakan bahwa transfuse hanya bersifat sementara. Dokter berharap istri pak Eko bisa menjalani operasi cangkok ginjal. Tapi tidak mudah mendapatkan organ donor. Karena kalau tidak cocok, akan ditolak oleh tubuh penerima. Padahal, tubuh istri pak Eko makin melemah.
Menurut dokter, daya imunnya juga terus menurun, baik karena perkembangan penyakit, diet yang ketat maupun terapi yang harus diterimanya. Pak Andi kembali teringat anak tetangganya yang imunisasinya tidak berhasil juga dikatakan anak tersebut mempunyai daya imun yang lemah. Apakah sama ya dengan istri Pak Eko? Pak Eko meminta Pak Andi mau mendonorkan darahnya. Tetapi Pak Andi ragu-ragu karena dahulu pernah terjadi saudaranya saat transfuse tiba-tiba gatal-gatal dan sesak napas. Kata dokter itu karena darahnya tidak cocok. Ada juga kasus ibu guru di sekolah pak Andi yang pernah mengalami keguguran yang oleh dokter dikatakan karena darah janin dan darah ibunya tidak cocok. Sebenarnya yang tidak cocok apanya ya?

Hipotesis
Faktor penyebab ketidakcocokan darah ada 2, yaitu faktor mayor (golongan darah ABO) dan faktor minor (golongan darah Rh). Pada transplantasi, antigen penting penolakan jaringan atau organ transplan adalah MHC atau HLA, selain itu sel T juga memegang peranan penting dalam reaksi penolakan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah indikasi dilakukannya transfuse darah dan transplantsi ginjal?
2.      Bagimana reaksi tubuh setelah dilakukannya tranfusi dan transplantasi?
3.      Mengapa bisa terjadi reaksi seperti gatal-gatal, sesak nafas, bahkan keguguran?
4.      Apa hubungan imun yang turun dengan penyakit, diet, dan terapi yang dilakukan?
5.      Bagaimana penyeleksian organ donor dan transfusi darah?
6.      Kenapa penderita gagal ginjal ditransfuse darah dan perlu transplantasi?
7.      Terapi & diet apa yang diterima pasien?
8.      Apa yang sebenarnya tidak cocok dalam transfuse tersebut?
9.      Bagaimana medikoetikolegal transplantasi?
C.    TUJUAN
1.      Memahami reaksi tubuh terhadap tranfusi darah dan transplantasi organ.
2.      Mengetahui indikasi dan kontraindikasi dilakukannya transplantasi ginjal dan tranfusi darah.
3.      Mengetahui terapi-terapi yang diberikan pada pasien gagal ginjal.
4.      Mengetahui pandangan medikoetikolegal transplantasi.
5.      Memahami penyeleksian organ donor dan darah tranfusi.

D.    MANFAAT
1.      Mahasiswa dapat memahami tindakan yang harus dilakukan sebelum dilakukannya transplantasi dan transfusi darah.
2.      Mahasiswa memahami reaksi imun tubuh setelah transpalntasi dan tranfusi.
3.      Mahasiswa dapat mencegah kejadian yang tidak diinginkan setelah dilakukannya transplantasi dan tranfusi darah.

BAB II
STUDI PUSTAKA

A.    GAGAL GINJAL
1.      Gagal Ginjal Akut
Suatu keadaan dimana seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tiba-tiba terhenti, tapi pada akhirnya dapat memebaik mendekati fungsi normal. Penyebabnya dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:
a.       Prerenal
Penurunan suplai darah ke ginjal karena gagal jantung sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun dan perdarahan hebat.
b.      Intrarenal
Kelainan yang mempengaruhi pembuluh darah, glomerolus, atau tubulus.
c.       Postrenal
Sumbatan pada system pengumpul urin (biasanya karena batu ginjal).
2.      Gagal Ginjal Kronis
Keadaan dimana ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya satu per satu yang secara bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal. Ada beberapa penyebab, diantaranya gangguan metabolic (DM, obesitas, amiloidosis), hipertensi, gangguan pembuluh darah ginjal (aterosklerosis, nefrosklerosis, hipertensi), gangguan imunologis (glomerulonefritis, poliartritis nodosa, SLE), infeksi (pielonefritis, TBC), gangguan tubulus primer (nefrotoksin), onstruksi traktus urinarius (batu ginjal, hipertrofi prostate, konstriksi uretra), dan kelainan congenital (penyakit polikistik, hyperplasia-renalis).
(Guyton and Hall, 2008)


B.     TRANSFUSI DARAH DAN GOLONGAN DARAH
Transfusi darah yaitu memasukkan darah lengkap atau komponen darah secara langsung melalui aliran darah. Dalam mentranfusi darah dari orang ke orang, darah donor dan darah resipien normalnya diklasifikasikan ke dalam 4 tipe golongan darah ABO yang utama , yaitu :

Genotipe
Golongan Darah
Aglutinogen
Aglutinin
OO
O
-
Anti-A dan Anti B
OA atau AA
A
A
Anti-B
OB atau BB
B
B
Anti-A
AB
AB
A dan B
-

Selain itu ada juga golongan darah system Rh yang tidak kalah pentingnya. Perbedaan utama anatar kedua golongan tersebut yaitu pada system ABO, agglutinin plasma bertanggungjawab atas timbulnya reaksi transfusi yang terjadi secara spontan, sedangkan pada system Rh, reaksi agglutinin spontan hamper tidak pernah terjadi. Sebagai gantinya, orang harus terpajan secara massif dengan antigen Rh, misalnya melali transfuse darah yang mengandung antigen Rh, sebelumterdapat cukup aglutininuntuk menyebabkan reaksi transfusi yang bermakna.
Terdapat 6 tipe antigen Rh yangv umum, setiap tipe disebut factor Rh. Tipe-tipe ini ditandai dengan C, D, E, c, d, dan e. Orang yang memiliki antigen C tidak meiliki antigen c dan sebaliknya. Keadaan ini sama halnya untug antigen D-d dan E-e. Karena faktor-faktor ini diturunkan dengan cara tersebut, setiap orang mempunyai satu dari ketiga pasang antigen tersebut. Tipe antigen D dijumpai secara luas dalam populasi yang lebih antigenik dari pada antigen Rh lain. Seseorang yang memiliki tipe antigen ini dikatakan Rh positive, dan jika tidak memiliki dikatakan Rh negative.
(Guyton and Hall, 2007)


C.    TRANSPLANTASI GINJAL
Transplantasi ginjal adalah memindahkan ginjal dari satu orang (donor) ke orang lain (resipien). Ada 4 jenis donor untuk transplantasi organ, yaitu: autogratf (memakai jaringan atau organ sendiri), isograft (identitas genetik antara donor dan resipien sama atau kembar monozigot), allograft (donor dan resipien dari spesies sama, tetapi genetik tidak identik), dan xenograft (donor dan resipien berebda spesies) (Baratawidjaja, 2006). Ada 2 jenis donor, yaitu:
1.      Donor Hidup
Donor hidup adalah donor yang masih hidup. Untuk persiapnnya  dilakukan melalui prosedur penjaringan dan evaluasi donor tersebut sehingga bisa dipastikan bahwa calon donor memang ikhlas untuk mendonasikan ginjalnya, dalam keadaan sehat dan mampu menjalani operasi nefroktomi, dan mampu hidup normal dengan satu ginjal setelah melakukan donasi. Adapun kontraindikasinya, yaitu umur <18 th atau >65 th, hipertensi, diabetes, proteinuria, riwayat batu ginjal, laju filtrasi glomerolus abnormal,hematuria mikroskopik, kelainan urologik ginjal donor, obesitas, riwayat trombosis, dan kontraindikasi psikatri.
2.      Donor Jenazah
Tujuan memakai donor jenazah adalah memanfaatkan organ tubuh pasien yang sudah meninggal. Masalah yang harus diperhatikan pada transplantasi donor jenazah adalah penentuan batasan mati. Di Indonesia pada tahun 1985, IDI memberikan rekomendasi tentang batasan mati, antara lain manusia dinyatakan mati jika batang otaknya tidak berfungsi lagi. Donor jenazah juga perlu diseleksi. Kontraindikasinya ada yang asolut dan relatif (Susalit, Endang, 2007).
a.       Absolut
Umur <70 th, penyakit ginjal kronik, keganasan dengan metastasis, hipertensi berat, sepsis bakteri, pecandu obat intravena, Hbs Ag, anti HCV, HIV (+), gagal ginjal akut oligurik, waktu iskemik panas yang panjang.
b.      Relatif
Umur >60 atau <5 th, hipertensi ringan, infeksiyang diobati, nekrosis tubuler akut non-oligurik, waktu iskemik dingin panjang, perforasi usus.
Transplantasi sama saja memberikan suatu benda asing dalam tubuh. Karena itu tubuh tidak akan tinggal diam menerima tapi akan mengadakan perlawanan. Reaksi tersebut merupakan reaksi enolakan tubuh. Ada beberpa jenis penolakan, yaitu:

Jenis Penolakan
Waktu Penolakan
Sebab
Hiperakut
Beberapa jam
Antibodi yang sudah ada (anti ABO dan/ atau anti-HLA)
Akut
Minggu – Bulan
CMI, CD8+, CD4+
Kronik
Bulan – Tahun
CMI (CD8+, antibodi terhadap antigen jaringan)
(Baratawidjaja, 2006)
Antigen terpenting yang menyebabkan terjadinya reaksi penolakan terhadap transplan adalah suatu kompleks yang disebut antigen HLA. Enam dari antigen tersebut dijumpai di membran sel jaringan di setiap orang, namun terdapat sekitar 120 antigen HLA yang berbeda yang dapat diseleksi. Antigen HLA terdapat di dalam sel darah putih dan di sel jaringan. Oleh katena itu, penggolongan jaringan untuk antigen ini dapat dilakukan pada membran limfosit yang telah dipisahkan dari darah orang tersebut (Guyton and Hall, 2007).

D.    TERAPI PENGGANTI GINJAL (TPG)
Indikasi TPG adalah untuk melakukan perbaikan terhadap gangguan-gangguan homeostatik yang terjadi, di samping dapat menghindari terjadinya kelebihan cairan akibatpengobatan dan hiperalimentasi.
1.      Dialisis
a.       Dialisis Peritoneal (DP)
Menggunakan kateter yang dimasukkan ke kavum peritoneum, abdomen dengan ujung kateter terletak dalam kavum douglasi.Setiap kali 2 L cairan dialisis dimasukkan dalam kavum peritoneum. Sisa-sisa metabolisme akan berdifusi melalui membran peritoneum dan akan masuk dalam cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan dari tubuh. Sementara itu cairan dialisat yang sudah dikeluarkan diganti cairan dialisat yang baru.
(Parsudi et. Al., 2007)

b.      Hemodialisis (HD)
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artificial) dengan kompartment dialisat. Kompartememn dialisat diisi cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandungsisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke arah yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua komparetemen.
2.      Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal yang berhasil adalah yang dapat menggantikan seluruh faal ginjal.
(Rahardjo et. Al., 2007)


BAB III
PEMBAHASAN

Pasien dalam skenario mengalami penyakit gagal ginjal dan sedang dirawat di rumah sakit. Pasien tersebut memerlukan transfusi darah karena Hb terus menurun. Saat istri pasien sedang mencari donor darah kepada tetangganya, terdapat keraguan-keraguan yang terjadi pada tetangganya. Permasalahan pertama, Pak Andi, tetangga pasien pernah membaca bahwa beberapa penyakit dapat ditularkan lewat transfusi, antara lain : malaria, yaitu penyakit menular endemik di banyak daerah hangat di dunia disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler genus Plasmodium yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina (Dorland, 2006): Hepatitis, yaitu peradangan hati yang disebabkan oleh infeksi virus RNA/DNA (Price and Lorraine, 2005); Sifilis, yaitu suatu infeksi seksual kronis yang disebabkan oleh spirokaeta, Treponema Palidum (Kumar et. Al., 2007); dan AIDS, yaitu suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan imunosupresif berat yang menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologi (Kumar et. Al., 2007). Permasalahan ke dua, yaitu timbulnya gatal-gatal dan sesak nafas. Reaksi-reaksi tersebut merupakan suatu reaksi alergi. Sel darah yang masuk dari orang lain merupakan zat asing bagi tubuh. Oleh karena itu, tubuh mengaktifkan sistem imun yang salah satunya adalah IgE sebagai mediator timbulnya alergi. Permasalahan yang ke tiga adalah terjadinya keguguran karena darah ibu dan anak tidak cocok. Yang dimaksud 'tidak cocok' di sini adalah mengenai golongan darah, terutama Rh. Ibu dan anak tersebut kemungkinan besar memiliki Rh yang berbeda. Jika ibu memiliki Rh- melahirkan anak dengan Rh+ akan membentuk antibodi terhadap Rh, tapi belum menyerang Rh si anak, karena baru yahap aktivasi. Namun, pada anak kedua yang memiliki Rh+ akan menyebabkan lethal atau kematian pada anak karena antibodi yang terbentuk karena anak pertama menyerang anak ke dua.
Sebenarnya Pak Eko, istri pasien, tidak perlu teralalu mengkhawatirkan soal itu karena sebelum darah transfusi diberikan, akan menjalani proses penyeleksian. Darah yang akan di donorkan tersebut harus bebas dari berbagai penyakit dan golongan darah baik ABO maupun Rh donor-resipien harus sama. Penyeleksian tersebut salah satunya melalui croossmatch mayor dan minor. Hal ini memang harus dilakukan untuk menghindari efek-efek yang tidak diinginkan seperti yang dikatakan Pak Andi. Jika darah donor dengan golongan tertentu ditransfusikan ke dalam darah resipien dengan golongan darah yang lain, reaksi transfusi yang cenderung terjadi adalah aglutinasi pada sel darah merah dari darah donor. Jarang terjadi bahwa darah yang ditransfusi akan menyebabkan aglutinasi pada sel-sel darah resipien, karena bagian plasma dari darah donor dengan segera akan diencerkan oleh seluruh plasma dari resipien, yang dengan demikian akan menurunkan titer aglutinin yang ditransfuskan. Salah satu efek reaksi transfusi yang mematikan adalah penghentian fungsi ginjal, yang dapat bermula dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dan terus berlangsung sampai orang ini mati karena gagal ginjal (Guyton and Hall, 2007).
Transfusi yang diberikan pada pasien ini bersifat sementara sambil menunggu donor ginjal yang tepat. Sebenarnya semua pasien dengan gagal ginjal tahap akhir dipertimbangkan sebagai calon resipien transplantasi ginjal, kecuali memiliki masalah psikiatri (mengganggu kepatuhan minum obat imunosupresif), riwayat ketidakpatuhan berulang, umur sangat lanjut (>70 th), neoplasma, penyakit berat selain ginjal, infeksi kronik, anti HIV (+), masalah kardiovaskular, transplant pada resipien dengan anti CMV (-) dengan donor anti CMV (+), serta HBsAg (+) (Susalit, Endang, 2007). Sama halnya dengan transfusi, transplantasi pun juga sangat ketat dalam penyeleksian organ agar tidak terjadi penolakan oleh tubuh resipien. Yang kita ketahui untuk transplant ginjal, golongan darah ABO resipien harus sama dengan donor, karena jika berbeda akan terjadi reaksi rejeksi (penolakan) hiperakut dan akut. Hal tersebut terjadi karena Antibodi bereaksi dengan antigen golongan darah A / B yang terdapat di dalam sel endotel vaskular. Tetapi ternyata pernah dilkaukan transplant ginjal dengan golongan darah ABO yang berbeda dan ternyata berhasil. Transplant tersebut dilakukan dengan mengeluarkan dan menurunkan titer Ab anti-A/B dengan cara plasmaforesis dan splenektomi resipien atau dengan imunoadsorbsi pratransplantasi. Hasil tersebut ternyata cukup baik, tetapi biaya besar dan prosedur rumit (Susalit, Endang, 2007). Selain golongan darah, HLA juga sangat berpengaruh terhadap reaksi penolakan. HLA donor dan HLA resipien harus sama. Tapi, beberapa antigen HLA bukan antigen yang kuat, karena pencocokan yang tepat dari beberapa antigen antara donor dan resipien tidak selalu penting untuk memungkinkan untuk transplantasi alograft. Oleh karena itu dengan mendapatkan pasangan yang paling cocok antara donor dengan resipien, bahaya prosedur menjadi lebih kecil. Pencapaian terbaik adalah dengan mencocokkan jenis jaringan antara anggota keluarga yang sama dan antara orang tua dan anakanya. Pencocokkan pada kembar identik adalah  yang paling tepat, sehingga transplantasi anatara kembar identik hampir tidak pernah mengalami penolakan akibat reaksi imun (Guyton and Hall, 2008).
Menurut dokter, daya imunnya juga terus menurun, baik karena perkembangan penyakit, diet yang ketat maupun terapi yang harus diterimanya. Diet pada penyakit gagal ginjal adalah diet rendah protein, karena protein di metabolisme di ginjal. Mengingat antibodi di bentuk dari protein, jika kurang asupan protein maka sintesis antibodi pun terhambat. Oleh karena itu terjadi imunosupresif. Terapi yang didapatkan penderita gagal ginjal yang pertama adalah dialisis, proses ini memegang peranan dalam proses selanjutnya, yaitu transplantasi ginjal, dan yang terakhir adalah pemberian imunsupresan. Jika imun ditekan dengan sempurna, penolakan transplan tidak akan terjadi. Bahkan pada orang tertentu yang sistem imunnya sangat rendah, transplan dapat berhasil dengan baik tanpa pemberian terapi yang signifikan untuk menghindari penolakan. Akan tetapi, pada orang normal, bahkan dengan penggolongan jaringan yang terbaik, alograf jarang dapat mencegah penolakan dalam waktu lebih dari beberapa hari atau minggu tanpa penggunaan pengobatan yang spesifik untuk menekan sistem imun. Selanjutnya, karena sel T terutama merupakan bagian dari sistem imun yang penting untuk membunuh sel transplan, maka penekanan terhadap sel T jauh lebih penting daripada penekanan antibodi plasma. Beberapa bahan terapeutik yang telah dipakai untuk tujuan ini antara lain: Hormon glukokortikoid (menekan pertumbhan semua jaringan limfoid dan menurunkan pembentukan antibodi  dan sel T), berbagai obat yang mempunyai efek toksik pada sistem limfoid (menghambat pembentukan antibodi dan sel-sel T, terutama obat azathioprine), dan siklosporin (inhibitor pembentukan sel Th).
Transplantasi organ secara medietikolegal dapat diuraikan sebagai berikut: Dalam pandangan medis, transplantasi merupakan suatu treatment untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Secara etis, transplan sah-sah saja, asalkan ada autonomy dari pasien serta kerelaan si donor. Kemudian dari segi hukum pun tidak ada masalah asalkan tujuan dan manfaatnya sesuai.


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
1.      Transfusi dan transplantasi memerlukan penyeleksian terlebih dahulu untuk memenuhi indikasi dan kontraindikasi,baik donor maupun resipiennya.
2.      Golongan darah ABO dan Rh antara donor dan pasien harus ada kecocokan.
3.      HLA untuk transplan ginjal harus sesuai agar tidak terjadi reaksi penolakan.
4.      Transplan ginjal yang dianjurkan adalah autograft dan isograft untuk menghindari reaki penolakan.
5.      Pemberian imunosupressan pasca operasi sangat dibutuhkan.
6.      Transplan ginjal secara medis dianjurkan aslakan indikasinya tepat, secara etis harus ada autonomy dari pasien dan kerelaan donor, serta hukum tidak ada larangan (melegalkan)

B.     SARAN
Sebaiknya sebelum dilakukan transplantasi harus dilakukan pemeriksaan cross-matching untuk menguji serum resipien terhadap antibodi HLA preformed donor dan pemeriksaan tissue typing untuk menguji antigen MHC. Sebelum dan setelah transplantasi sebaiknya diberikan obat-obatan imunosupresi untuk mencegah penolakan terhadap sel tandur.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen Garna. 2009. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.
 Guyton, Arthur C and John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
 Kumar, Vinay et. Al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume I Edisi VII. Jakarta: EGC.
 Parsudi, Imam et. Al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
 Price, Sylvia A and Lorraine M Wilson. 2005. Patofisologi Volume 2. Jakarta: EGC.
 Rahardjo, Pudji et. Al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
 Susalit, Endang. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

1 komentar:

  1. Saya laki2 usia 30 thn golongan darah A.saya bermaksud mau mendonorkan ginjal saya demi keluarga dan masa depan anak saya.jika ada yang minat / membutuhkan silahkan hubungi saya di nope 087718856664 / 085321324320 atau via email di cacusetiawan@yahoo.com / setiawancacu03@gmail.com..saya sangat mengharapkan sekali bantuan dari anda dan saya akan selalu siap kapanpun anda butuhkan.

    BalasHapus