Cari Blog Ini

Laman

Rabu, 25 Mei 2011

Efek Obat

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini obat-obatan yang beredar di masyarakat semakin beragam. Obat dengan berbagai merk dan harga terus bermunculan. Namun tak banyak masyarakat yang cermat dalam menggunakannya. Banyak obat yang memiliki efek samping yang lebih banyak dibanding khasiat yang dimilikinya. Oleh karena itu dokter sebagai tangan kanan masyarakat dalam dunia medis harus cermat dalam memepertimbangkan dan memilih obat yang akan diberikan. Bisa saja suatu penyakit itu timbul dari obat yang dikonsumsi. Satu penyakit hilang tapi timbul berbagai penyakit lainnya. Seperti kasus dalam skenario di bawah ini.

Skenario
Ny. S, 30 tahun, sudah 3 hari dirawat di RS karena ikterus. Ny. S adalah seorang penderita penyakit paru yang mendapatkan terapi Rifampicin, Etambutol, Pyrazinamide, dan Isoniazid dalam dosis standar yang diminum setiap pagi sebelum makan. Terapi ini sudah dilakukan sejak 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Hasil pemeriksaan SGOT 125 IU (normal: 40 IU); SGPT 200 IU (normal: 40 IU). Menurut Ny. S tetangganya juga menderita penyakit paru yang sama dan mendapatkan pengobatan yang sama, tetapi tidak mengalami gejala seperti dirinya. Bagaimana dengan terapi yang sudah ia terima, dihentikan atau dilanjutkan?

Hipotesis
Terapi Rifampicin, Etambutol, Pyrazinamide, dan Isoniazide (INH) mempunyai pengaruh terhadap timbulnya penyakit ikterus.

 B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana mekanisme terjadinya ikterus?
2.      Bagaimana proses farmakokinetik dan farmakodinamik obat?
3.      Mengapa respon yang dialami Ny.S dan tetangganya berbeda padahal diakukan pengobatan yang sama?
4.      Apakah terapi yang sudah dilaksankan harus dihentikan atau tetap diteruskan?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui mekanisme terjadinya ikterus secara umum.
2.      Mengetahui proses farmakokinetik dan farmakogenetik obat.
3.      Mengetahui konsep farmakogenetik.
4.      Mengetahui terapi yang harus dilakukan dalam kasus Ny.S.

D.    MANFAAT
1.      Mahasiswa dapat menganalisa suatu penyakit yang diakibatkan oleh efek samping dari suatu obat.
2.     Mahasiswa dapat mengambil suatu tindakan atau terapi yang harus diberikan kepada penderita yang mengalami penyakit dari efek samping suatu obat.
3.      Mahsiswa dapat memiliki suatu pertimbangan dalam meilih obat yang akan diberikan.


 
 BAB II
STUDI PUSTAKA

A.    SGOT DAN SGPT
SGOT (Serum Glutamic Oksaloasetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) diproduksi oleh sel hati (terutama), ginjal, dan jantung. SGOT atau enzim aspartat transaminase merupakan suatu enzim golongan transferase yang mengkatalisis perpindahan reversibel gugus amino dari aspartat ke α-ketoglutaratuntuk membentuk glutamat dan oksaloasetat. SGPT atau enzim alanin transaminase juga seperti SGPT, namunkedudukan aspartat diganti oleh alanin, menghasilkan glutamat dan piruvat. Kedua serum ini akan meningkat pada penyakit hati dan mononucleosis infeksiosa (Dorland, 2006).

B.     METABOLISME BILIRUBIN
1.      Fase Pahepatik
a.       Pembentukan Bilirubin
Sekitar 80% bilirubin terbentuk dari eritrosit tua sedangkan sisanya dari protein hem. Umur eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 mL darah, menghasilkan 250 – 350 mg bilirubin. Didalam eritrosit terdapat hemoglobin. Saat perombakan eritrosit terjadi pemecahan hemoglobin menjadi heme dan globin. Enzim hemeoksigenase mengubah heme menjadi biliverdin, yaitu pigmen kehijauan. Kemudian biliverdin diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi dengan enzim biliverdin reduktase.
b.      Transport Plasma
Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air, tapi larut dalam lemak. Agar dapat masuk ke pembuluh darah, maka harus diikat oleh albumin yang kemudian dibawa ke hepar.
 2.      Fase Hepatik
a.       Liver uptake
Hepar mengambil bilirubin tak terkonjugasi dengan bantuan protein ligandin dan protein Y yang belum jelas untuk memisahkan ikatan dengan albumin.
b.      Konjugasi
Agar dapat diekskresikan bersama urin, maka bilirubin ini harus dapat larut dengan iar. Untuk itu dilakukan proses konjugasi dimana bilirubin tak terkonjugasi akan digabungkan bersama asam glukoronik dan dikatalisis oleh enzim mikrosomal glukoronil transferase membentuk bilirubin terkonjugasi yang dapat larut dalam air.
3.      Fase Pascahepatik
Pada fase ini terjadi ekskresi bilirubin terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi akan dibuang ke kanalikulus bersama bahan lainnya. Kemudian di bawa ke usus. Di usus, flora bakteri akan mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi sterkobilinogen (untuk warna tinja). Sebagian kecil diserap lagi ke dalam empedu dan ginjal untuk dibah menjadi urobilinogen sebagai warna urin.
(Sudoyo et.Al, 2007; Sylvia and Lorraine, 2005)

C.    FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Meliputi Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi.
1.      Adsorbsi
Merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Tempat absorbsi utama adalah usus karena memiliki luas permukaan paling luas. Absorbsi bisa terjadi pada saluran cerna, kulit, paru, otot, dan lain-lain (tergantung cara pemberian)
2.      Distribusi
Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh.
3.      Metabolisme
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yaitu di membran retikulum endoplasma (mikrosom) dan di sitosol. Tujuan metabolisme adalah untuk mengubah obat yang non polar menjadi polar sehingga bisa larut dengan air untuk dikeluarkan bersama urin.Metabolisme melalui 2 fase, yaitu fase I yang meliputi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis dimana obat akan menjadi inaktif, lebih aktif atau kurang aktif, dan fase II, dimana terjadi rekasi konjugasi yang menyebabkan obat menjdi sangat polar sehingga bisa diekskresikan.
4.      Ekskresi
Organ terpenting dalam ekskresi adalah ginjal dengan melibatkan 3 proses, yaitu filtrasi glomerolus, sekresi aktif i tubulus proksimal, dan reabsorbsi pasif di sepanjang tubulus. selain ginjal, organ kedua yang penting adalah empedu. Kemudian ke usus dan keluar bersama feses.
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007)

D.    FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik menjelaskan mengenai nasib obat di dalam tubuh. Tujuan mempelajari farmakodinamik adalh untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dalam sel, dan mengetahui urutan peristiwa efek dan respon yang terjadi (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007).

E.     FARMAKOGENETIK
Farmakogenetik merupakan studi tentang respon seseorang yang berbeda dari suatu obat karena genetik yang dimilki. Farmakogenetik ini untuk memahami bagaimana komponen genetik seseorang yang menentukan seberapa baiknya kerja obat terhadap tubuh mereka. Selain itu hal ini bertujuan supaya membuat obat per individu. Farmakogenetik bisa didiskripsikan sebagai obat secara personal (Dono, 2008).

BAB III
PEMBAHASAN

Ny. S berusia 30 tahun yang mengidap penyakit paru (Tuberculosis) mendapatkan terapi Rifampicin, Etambutol, Pyrazinamide, dan Isoniazide. Setelah 3 bulan terapi, Ny.S mengalami kejadian yang tidak diinginkan yaitu masuk rumah sakit karena ikterus. Ikterus atau hiperbilirubinemia itu sendiri secara umum bisa disebabkan karena 4 hal, yaitu pembentukan bilirubin berlebih, gangguan ambilan bilirubin, defek konjugasi bilirubin, dan gangguan ekskresi bilirubin. Ikterus yang dialami Ny.S jelas bukan ikterus fisiologis, hal ini berarti terdapat gangguan dalam metabolisme bilirubin secara patologis baik karena efek dari suatu obat ataupun gangguan beberapa organ yang telah dialaminya.
Rifampicin, Etambutol, Pyrazinamide, dan Isozinamide merupakan obat-obat antimikroba untuk menekan dan mengahambat pertumbuhan kuman Tuberkulosis. Obat-obatan ini memang diberikan dalam BSO padat. Jika diberikan secara inhalasi memang langsung tepat sasaran, tapi memiliki jarak keamanan yang pendek sehingga bisa menyebabkan efek toksik di dalam tubuh. Obat-obatan ini diberikan sebelum makan karena absorbsinya terganggu oleh makanan. Obat-obatan ini memiliki berbagai efek samping yang bermacam-macam, diantarnya menyebabkan kerusakan hepar, ren, dan timbulnya ikterus.
Gangguan fungsi hepar yang terjadi sangat mengganggu metabolisme bilirubin dan obat itu sendiri. Jika hepar terganggu, berarti proses pengambilan dan konjugasi bilirubin tak terkonjugasi terganggu, sehingga terjadi bilirubinemia tak terkonjugasi dan apabila berkelanjutan dapat mengakibatkan kernikterik. begitu pula nasib obat yang terganggu proses metabolismenya akan menumpuk dalam darah sehingga dapat mengakibatkan toksik dalam tubuh. Dalam kasus skenario 3, kemungkinan kerusakan hati telah terjadi, dibuktikan dengan tingginya kadar SGPT dan SGPT yang dihasilkan.
Selain hepar, kerusakan ren juga sangat berpengaruh dalam terjadinya ikterus. Apabila ginjal rusak, maka bilirubin terkonjugasi tidak akan bisa terekskresikan, sehingga terjadi penimbunan yang akhirnya terjadi hiperbilirubinemia terkonjugasi. Ren juga berfungsi mengeluarkan hasil metabolisme obat. Bila obat-obat tersebut tidak dikeluarkan akan terjadi penimbunan yang dapat menyebabkan toksik dalam tubuh.
Yang dipertanyakan pula dalam kasus ini adalah mengapa tetangga Ny.S tidak mengalami seperti apa yang dialaminya. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan farmakogenetik. Walaupun obat yang diberikan sama, belum tentu memiliki respon yang sama. Semua itu tergantung dari gen tiap orang dan riwayat penyakit yang pernah diderita orang tersebut. Jumlah gen yang dimiliki semua orang sama, hanya saja strukturnya yang berbeda. Biasanya disebut dengan polimorfism. Setiap gen memiliki reseptor tersendiri untuk suatu jenis obat. Oleh karena itu efek suatu obat akan berbeda-beda pada tiap orang.
Dengan keadaan seperti ini, dokter harus mempertimbangkan matang-matang apa yang harus dilakukan terhadap terapi yang sudah dijalani pasien tersebut. Dokter harus melakukan pengecekkan fungsi hepar dan ren serta menganamnesis mengenai riwayat penderita. Dokter juga harus melakukan tes alergi terhadap suatu obat. Bila terjadi gangguan hepar dan ren, dosis obat dapat diturunkan sampai pada batas yang masih reaktif, pemberian obat dengan interval yang panjang, dan jika tidak bisa harus dilakukan penghentian terhadap obat tersebut dan mengganti dengan obat lain yang tidak memilki efek samping terhadap gangguan hepar dan ren.

   BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
1.   Ikterus yang terjadi disebabkan oleh efek samping obat yang diberikan dan gangguan metabolisme bilirubin.
2.      Suatu obat yang diberikan akan memberikan respon yang berbeda kepada setiap orang.
3.     Gangguan organ yang berperan dalam farmakokinetik akan mempengaruhi farmakodinamik suatu obat.
4.   Suatu terapi yang dilakukan harus memperhatikan berbagai aspek, seperti efek samping suatu obat, riwayat penyakit, serta fungsi-funsi organ yang berperan.

B.     SARAN
1.      Dalam memilih suatu obat harus cermat dan jangan sampai efek samping yang ditimbulkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh.
2.      Hentikan penggunaan suatu obat jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

     DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapeutik Edisi 5. Jakarta: FKUI.
 Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.
 Indarto, Dono. 2008. Pharmacogenetics. Unpublished Paper Presented At Kuliah Blok Metabolisme Nutrisi dan Obat Fakultas Kedokteran UNS.
 Price, Sylvia A and Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
 Sudaya, Aru W et.Al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi III Jilid I. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar