Cari Blog Ini

Laman

Jumat, 27 Mei 2011

Kanker Serviks


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Kanker serviks atau sering dikenal dengan kanker mulut rahim/kanker serviks  adalah kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan vagina.
Di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243 wanita terdiagnosa kanker serviks, 273.505 meninggal. Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita. Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Karena kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker servik dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker servik yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah.

Skenario
Seorang penderita perempuan umur 40 tahun mengikuti pemeriksaan Pap-test yang diadakan Tim Puskesmas dalam rangka Peringatan hari Kesehatan Nasional.
Dari anamnesis didapati paritas ibu P5A0, menikah usia 17 tahun, mengeluh perdarahan setelah melakukan hubungan seksual. Keluhan perdarahan melalui jalan lahir yang terjadi diluar siklus menstruasi dimulai seak 4 bulan yang lalu, keputihan berabu sejak1 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik, tidak didapatkan kelainan sistemik berarti.

BAB II
STUDI PUSTAKA

A.    PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
Penyebab perdarahan tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan usia, yaitu:
  1. Prapubertas           : pubertas prekok (kelainan hipotalamus, hipofisis, atau
                                      ovarium)
  1. Remaja                  : siklus anovulatorik, penyakit pembekuan dara  
  2. Usia Subur            : - Penyulit kehamilan (abortus, penyakit trofoblastik,
                                        kehamilan ektopik)
                                            - Lesi organik (leiomioma, adenomiosis, polip, kanker
                                                       seviks, kanker endometrium)
                                                     - Siklus anovulatorik
                                                     - Perdarahan disfungsional ovulatorik
  1. Perimenopouse      : - Siklus anovulatorik
                                      - Pelepasan irreguler endometrium
                                      - Lesi organik
  1. Pascamenopouse   : - Lesi organik
                                      - Atrofi endometrtium
(Robbins, 2007)
Berdasarkan beberapa penyebab perdarahan uterus abnormal berdasar kelompok usia diatas, penyebab tersering adalah siklus anovulatorik. Tanpa adanya ovulasi, jumlah hormon progesteron akan sangat rendah. Hal ini mengakibatkan tidak adanya inhibisi terhadap FSH sehingga kadar hormon estrogen berlebihan. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim menjadi sangat rapuh. Di lain pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh, tetapi perdarahan terjadi di permukaan lain yang telah rapuh. Sehingga perdarahan rahim berlangsung berkepanjangan (Anonim, 2009).

B.     KEPUTIHAN
Keputihan atau Fluor Albus merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar (Anonim, 2009). Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolin. Selain itu sekret vagina juga disebabkan karena aktivitas bakteri yang hidup pada vagina yang normal. Pada perempuan, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau berwarna kekuningan ketika mengering pada pakaian (Fatrahady, 2009).
Keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, dan kadang-kadang berbusa. Mungkin gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu. Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya. Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar. Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormon yang dihasilkan oleh plasenta atau uri. Gadis muda terkadang juga mengalami keputihan sesaat sebelum masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya (Anonim, 2009).
Dengan memperhatikan cairan yang keluar, terkadang dapat diketahui penyebab keputihan. Infeksi kencing nanah, misalnya, menghasilkan cairan kental, bernanah dan berwarna kuning kehijauan. Parasit Trichomonas Vaginalis menghasilkan banyak cairan, berupa cairan encer berwarna kuning kelabu. Keputihan yang disertai bau busuk dapat disebabkan oleh kanker. kelelahan yang sangat (Anonim, 2009)
Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Disini cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan kavum uteri dapat menyebabkan leukorea patologik; pada adneksitis gejala tersebut dapat pula timbul. Selanjutnya leukorea ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor itu dengan permukaannya untuk sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital (Fatrahaday, 2009)

C.    KANKER SERVIKS
Serviks memiliki fungsi sebagai sawar terhadap masuknya udara dan mikrofilaria saluran vagina normal, keluarnya darah haid, serta menahan tumbukan ringan dan trauma persalinan. Dalam melaksanakan tugas tersebut dalam jangka waktu yang lama, serviks bisa mengalami kelainan, seperti peradang pada serviks bahkan tumor serviks. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kelainan tersebut, bisa infeksi bakteri atau non infeksi. Peradangan Serviks atau servisitis bukan merupakan lesi prakanker.
Tumor Serviks ada berberapa macam, diantaranya cervical intraepithelial neoplasia (CIN) atau serviks intra lobulus (SIL), kanker serviks in situ, kanker serviks invasif, dan polip endoserviks. Sebagian besar kanker serviks berasal dari kelainan epitel prekusor, yaitu CIN. Ada 3 derajat CIN yaitu CIN I (derajat ringan) yang sama dengan SIL derajat rendah (LSIL) serta CIN II (derajat sedang) dan CIN III (derajat berat) yang sama dengan SIL derajat tinggi (HSIL). CIN II dan CIN III dapat berawal dari CIN I atau timbul de novo. Jika CIN tersebut semakin meluas akan menjadi karsinoma in situ lalu menjadi karsinoma invasif.
Banyak faktor yang memicu timbulnya tumor tersebutanatara lain usia dini saat mulai hubungan seksual, punya banyak pasangan seksual, pasangan laki-lakinya punya riwayat banyak pasangan, Infeksi persisten oleh HPV high risk, kelompok sosio eknomi lemah, sering hamil. Ada 2 jenis HPV, yaitu kelompok high risk (tipe 16, 18, 31, 32, 35, 39, 45, 51, 56, 58, 59) dimana tipe 16 dan 18 memiliki gen yang setelah terintegrasi ke genom sel pejamu mengkode proten yang menghambat / mengnon-aktifkan gen penekan tumor TP 53 dan RB 1 di sel epitel sasaran dan mengaktifkan gen terkait siklus sel sehingga terjadi proliferasi sel yang tak terkendali. Ada juga HPV kelompok Low Risk (tipe 6, 11, 42, 44). Selain, pengaruh virus, keadaan imun, kebiasaan merokok, dan nutrisi juga berpengaruh.

D.    HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebihan pada endometrium, dan polip endometrium adalah tumor bertangkai lunak yang disebabkan oleh produksi hormon yang abnormal. Penyebab yang paling sering adalah siklus anovulatorik dengan produksi estrogen yang berkepanjangan dan tidak adanya progesteron. Keadaan ini erat kaitannya dengan perdarahan uterus disfungsional.
Kelebihan estrogen relatif terhadap progestin, apabila cukup besar atau berkepanjangan akan memicu hiperplasia endometrium yang berkisar dari hiperplasia biasa hingga hiperplasia kompleks, dan mungkin hiperplasia atipikal. Ketiga kategori ini mencerminkan suatu kontinum yang didasarkan pada kadar dan durasi kelebihan estrogen. Tidaklah mengejutkan suatu saat hiperplasia endometrium mungkin berkembnag menjadi karsinoma endometrium yang risikonya bergantung pada keparahan perubahan hiperplastik dan atipia selular terkait.
Setiap hal yang menyebabkan kelebihan estrogen dapat menyebabkan hiperplasia, faktor potensial mungkin mencakup kegagalan ovulasi seperti yang ditemukan di sekitar menopause, pemberian steroid estrogenik jangka panjang tanpa progestin sebagai penyeimbang, lesi ovarium penghasil estrogen misalnya ovarium polikistik, hiperplasia stroma korteks, dan tumor sel teka-granuloma ovarium.
Seperti telah ditunjukkan, hiperplasia endometrium, terutama bentuk yang parah, tidak hanya menimbulkan perhatian akan kemungkinan adanya penyakit yang mendasari perubahan abnormal endometrium tersebut tetapi juga menyebabkan perdarahan uterus yang berlebihan dan iregular. Bahkan yang lebih penting, hiperplasia atipikal menimbulkan risiko 20% hingga 25% timbulnya adenokarsinoma di endometrium. Jelaslah bahwa jika ditemukan hiperplasia atipikal perlu dilakukan evaluasi cermat atas kemungkinan fokus kanker dan pemantauan dengan biopsi endometrium berulang untuk mengevaluasi perjalanan penyakitnya.
(Robbins, 2007; Price and Loraine, 2006)

E.     DISFUNCTION BLEEDING
Dalam keadaan normal, endometrium dalam siklusnya dipengaruhi oleh hormon hipofisis dan hormon ovarium. Disfunctional bleeding merupakan perdarahan banyak saat menstruasi atau antara periode menstruasi. Kelainan ini merupakan perdarahan abnormal yang tidak disebabkan lesi pada endometrium atau uterus. Penyebabnya secara garis besar dibagi menjadi:
  1. Kegagalan ovulasi (anovulatory cycle)
Ovulasi tidak terjadi karena:
-          Gangguan endokrin pada tyroid, hipofise, atau adrenal
-          Lesi primer di ovarium
-          Gangguan metabolisme: obesitas, malnutrisi, penyakit sistemik
Hal tersebut menyebabkan kelebihan estrogen relatif terhadap progesteron. Akibatnya endometrium mengalami fase proliferatif yang tidak diikuti oleh fase sekretorik normal. Kelenjar endometrium mengalami perubahan kistik ringan atau tampak kacau dengan stroma yang relatif sedikit. Yang memerlukan progesteron untuk mempertahankannya. Endometrium yang kurang ditopang ini mengalami kolaps secara parsial disertai ruptur arteri dan perdarahan.
  1. Fase luteal tidak adekuat
Korpus luteum gagal mengalami pematangan secara normal atau mengalami regresi secara prematur seingga terjadi kekurangan relatif progesteron. Pada kondisi ini, endometrium mengalami pembentukan fase sekretorik melambat dan terjai perdarahan yang tidak teratur.


  1. Irreguler shedding syndrome
Terlambatnya kemunduran korpus luteum sehingga terjadi menstruasi yang lama.

F.     MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa (hamil anggur) adalah kelainan di dalam kehamilan dimana jaringan plasenta (ari-ari) berkembang dan membelah terus menerus dalam jumlah yang berlebihan. Mola dapat mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit). Pada kebanyakan kasus, mola tidak berkembang menjadi keganasan, namun sekitar 2-3 kasus per 1000 wanita, mola dapat berubah menjadi ganas dan disebut koriokarsinoma. Kemungkinan terjadinya mola berulang berkisar 1 dari 1000 wanita.  Kadar hormon yang dihasilkan oleh mola hidatidosa lebih tinggi dari kehamilan biasa.
Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola.
(Anonim, 2008)
G.    ABORTUS
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidus basalis, kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isisnya. Etiologi abortus ada berberapa macam, antara lain:
  1. Kelainan pada konseptus
-          Kelainan kromosom
-          Lingkungan kurang sempurna
-          Pengaruh dari luar : radiasi, virus, obat, dsb.
  1. Kelainan plasenta
  2. Kelainan pada Ibu
  3. Kelainan traktus genitalis : retroversi uteri, mioma, inkompetensi serviks, dilatasi serviks, robekan serviks.
  4. Proses autoimun : inkompabilitas rhesus

H.    METRORHAGIA
Metrorhagi merupakan suatu perdarahan uterus pada seorang wanita di luar siklus haid, terjadi dalam jumlah yang bervariasi dan interval yang irreguler. Biasanya terjadi pada pertengahan siklus atau terjadi di antara dua periode menstruasi. Hal ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan-pertumbuhan jinak di leher rahim (cervix), seperti polip-polip leher rahim. Penyebab dari pertumbuhan-pertumbuhan ini biasanya tidak diketahui. Selain itu, metrorrhagia dapat juga disebabkan oleh infeksi-infeksi dari kandungan (endometritis) dan penggunaan dari pil-pil pencegah kehamilan (oral contraceptives). Adakalanya setelah suatu evaluasi, seorang dokter wanita mungkin menentukan bahwa metrorrhagia-nya tidak mempunyai suatu penyebab yang dapat diidentifikasikan dan bahwa evaluasi yang lebih jauh tidak perlu pada saat itu.
(Anonim, 2008)

I.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pap Smear
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan miroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi.
1.      Vagina dibuka dengan spekulum agar mulut rahim kelihatan;
2.      Dilakukan usapan pada mulut rahim dengan spatel;
3.      Spatel dioleskan ke obyek glas, kemudian diperiksa dengan mikroskop;
4.      Metode berbasis cairan : usapan pada mulut rahim dilakukan dengan citobrush (sikat) > sikat dimasukkan ke dalam cairan fiksasi,dibawa ke laboratorium > diperiksa dengan miroskop.

 


2.      Kolposkopi
Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan servik, kemudian dilakukan biopsy pada lesi-lesi tersebut.
Pada pemeriksaan ini bisa menggunakan kamera berdiameter 35 mm dengan lensa 100 m serta lensa ekstensinya 50 mm. Pemeriksaan ini disebut juga servikografi (Anonim, 2007).
3.      Tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Tes ini merupakan alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak  bercak-bercak  putih pada permukaan serviks yang tidak normal.

4.      Biopsi
Sebagai diagnosis pasti histopatologisnya. Salah satu metodenya adalah konisasi, yaitu pengambilan jaringan kerucut pada serviks (price and Loraine, 2006).
(Eka, 2009)


BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien wanita berumur 40 tahun datang dengan keluhan utama perdarahan, yaitu perdarahan setelah melakukan hubungan seksual dan perdarahan melalui jalan lahir yang terjadi di luar siklus menstruasi. Perdarahan abnormal tersebut bisa terjadi karena banyak hal. Mengingat umur pasien yang sudah mendekati menopouse, perdarahan dapat diakibatkan oleh siklus anovulatorik, pelepasan irreguler endometrium, atau pun lesi organik. Dengan begitu bisa diarahkan penyebab manifestasi tersebut adalah karena adanya suatu kelainan organ genital wanita. Jika melihat keluhan perdarahan saat melakukan hubungan seksual, hal ini jelas berkaitan dengan kanker serviks. Salah satu fungsi serviks adalah menahan tmbukan ringan saat berhubungan seksual. Jika pada serviks ini terdapat tumor, jelas serviks tidak akan menjalankan fungsinya dengan baik sehingga saat berhungan kelamin, tumor pada serviks akan mengalami nekrosis dan menimbulkan perdarahan (Robbins, 2007). Perdarahan diluar siklus menstruasi (metrorhagi) tersebut disebabkan oleh hiperplasia endometrium, yang memang sering ditemui pada periode menjelang atau sesudah menopause. Hiperplasia endometrium terjadi karena siklus anovulatorik sehingga menimbulkan stimulasi estrogen yang lama dan berlebihan, sedangakan progesteron terbentuk sedikit atau bahkan tak terbentuk sehingga penebalan endometrium tidak dapat dipertahankan yang akhirnya mengalami nekrosis dan perdarahan (Anonim, 2009). Sebenarnya, perdarahan jalan lahir juga bisa ditimbulkan oleh abortus. Tetapi, pada pasien tersebut, tidak pernah mengalami abortus sehingga kemungkinan tersebut dapat diabaikan. Keluhan lain dari pasien adalah keputihan yang berbau. Keputihan tersebut merupakan ciri khas dari penyakit kanker. Bau yang timbul dihasilkan dari hasil nekrosis dari tumor tersebut (Price and Loraine, 2006)..
Dari anamnesis, didapatkan riwayat pasien yang sudah melahirkan anak 5 kali. Hal tersebut juga menjadi faktor resiko timbulnya kanker serviks. Apalagi jika jarak melahirkan terlalu dekat. Perlu diingat bahwa serviks juga memiliki fungsi menahan tumbukan akibat kontraksi saat melahirkan (Robbins, 2007). Apabila jarak melahirkan terlalu dekat atau sering digunakan maka trauma yang didapatkan juga semakin besar sehingga kemungkinan timbul kelainan pun semakin besar. Hal tersebut diperkuat dengan waktu usia saat melakukan hubungan seksual yang terlalu dini (Price and Loraine, 2006). Ternyata pasien tersebut menikah pada usia 17 tahun. Bisa dikatakan hubungan seksual pertama kali dilakukan saat usia kurang dari 20 tahun. Hal tersebut bisa berpengaruh terhadap timbulnya kanker serviks. Saat usia 17 tahun, epitel-epitel yang melapisi serviks belum matang sehingga apabila mendapat trauma (saat berhungan seksual) akan lama sembuhnya. Padahal setiap saat organ tersebut terpapar oleh berbagai macam antigen. Dalam keadaan yang tidak normal tersebut, dapat memudahkan virus-virus menginvasi. Virus yang biasa menyebabkan kanker serviks adalah HPV (Human Papilloma Virus). Namun, banyak perempuan yang mengandung HPV tapi hanya sebagian yang menderita kanker. Hal tersebut disebabkan oleh adanya faktor lain yang mempengaruhi, yaitu kebiasaan merokok, nutrisi, dan imunitas. Nikotin dalam rokok akan di deposit di getah serviks dan berefek langsung pada serviks yang menyebabkan penurunan status imun lokal (kokarsinogen infeksi virus). Nutrisi seperti antioksidan dapat melindungi DNA/RNA dari pengaruh radikal bebas.
Setelah diarahkan kepada suatu penyakit, yang di sini adalah kanker serviks, maka yang perlu difikirkan adalah apakah kanker ini jenis in situ atau invasif karena hal tersebut berpengaruh pada penatalaksanaannya. Pada pemeriksaan fisik ternyata tidak didapatkan kelainan sistemik. Kemungkinan yang terjadi disini adalah kanker tersebut belum menginvasif atau sudah menginvasif tapi hanya pada jaringan sekitar (lokal) dan belum bermetastase ke organ yang jauh sehingga bisa menimbulkan kelainan sistemik. Untuk menentukan patologis dari kanker tersebut, diperlukan beberapa pemeriksaan. Oleh karena itu dokter pada skenario merujuk pasien tersebut ke RS bagian Onkologi Obgyn yang memiliki peralatan yang lebih canggih.
Pemeriksaan tahap awal atau skrining dapat dilakukan Pap Smear. Pasien tersebut pun sudah menjalaninya. Apabila hasil ini negatif, dapat dilakukan pencegahan dengan vaksin HPV yang sedang dikembangkan. Namun, bila hasilnya positif, bisa berlanjut ke tahap pemeriksaan makroskopis sel yang mengalami kelainan, menggunakan kolposkopi yang sebelumnya diberi asam asetat terlebih dahulu. Seetelah ditemukan daerah yang mengalami kelainan, dilakukan biopsi untuk memeriksa histopatologisnya (Eka, 2009).
Penatalaksanaan kanker serviks tergantung dari stadium kanker tersebut.Tindakan yang dapat dilakukan adalah pembedahan, terapi penyinaran, kemoterapi,  dan terapi biologis. Untuk usia yang sudah lanjut, pembedahan merupakan yang utama untuk mencegah kekambuhan kanker tersebut (Anonim, 2007). Kanker serviks juga dapat dicegah melalui pemberian vaksin HPV, menghindari bahan-bahan karsinogen (seperti rokok), menjaga higiene, menkonsumsi nutrisi yang cukup, menghindari pernikahan atau hubungan seksual dini, serta memakai pelindung saat berhubungan seksual.


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
  1. Pasien dalam skenario menderita kanker serviks.
  2. Perdarahan yang terjadi karena adanya nekrosis dari kanker tersebut.
  3. Trauma yang berulang-ulang dan dalam waktu yang dekat memperbesar resiko terjadinya kelainan pada serviks sehingga memacu timbulnya kanker.
  4. Pap Smear merupakan skrining awal untuk deteksi kanker serviks.
  5. Kanker serviks dapat dicegah dengan pemberian vaksin HPV dan menghindari faktor resikonya.
  6. Penatalaksanaan kanker serviks berdasarkan tingkat keganasan kanker tersebut.

B.     SARAN
  1. Menciptakan gaya hidup yang sehat agar terhindar dari kemungkinan-kemungkinan buruk akibat paparan dari luar.
  2. Melakukan deteksi dini agar dapat mencegah dan bisa segera diatasi jika terdapat suatu kelainan.

DAFTAR PUSTAKA

Aninim. 2007. Kanker Leher Rahim. www.medicastore.com
 Anonim. 2008. Mola Hidatidosa. Klikdokter.com/illness/detail/132
 Anonim. 2008. Vaginal Bleeding. www.totalkesehatananda.com/vaginalbleeding3.html
 Anonim. 2009. Keputihan. id.wikipedia.org/wiki/Keputihan
 Anonim, 2009. Perdarahan Abnormal Pada Rahim. www.medicastore.com
 Anonim. 2009. Petunjuk Praktikum Patologi Anatomi. Surakarta: Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UNS.
 Eka, Rina. 2009. Kanker Serviks. www.suaradokter.com/2009/07/kanker-serviks/
 Fatrahady , Lalu Buly. 2009. Fluor Albus (Leukorea). obsgin-fkunram.blogspot.com/2009/02/flour-albus-leukorea.html
 Price. A. Sylvia and Lorraine Wilson M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
 Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

1 komentar:

  1. Play online casino slot games real money | Thakasino 우리카지노 우리카지노 dafabet link dafabet link クイーンカジノ クイーンカジノ 630The Best Nunes Odds | Listed and Ranked

    BalasHapus