Definisi
Pneumonia adalah penyakit pernafasan akut yang menyebabkan perubahan gambaran radiologis. Penyakit ini dikelompokkan berdasarkan tempat terjadinya penularan. Secara garis besar dikelompokkan menjadi 2 yaitu pneumonia yang didapatkan di masyarakat (Pneumonia Komunitas / PK) dan pneumonia yang didapatkan di rumah sakit ( Pneumonia Nosokomial / PN).
Pneumonia Komunitas
Epidemiologi dan Patofisiologi
Sangat sering terjadi. Insidensi di masyarakat 1-3/1000 orang dewasa. Seperempat jumlah kasus membutuhkan perawatan di rumah sakit. Pneumonia cenderung terjadi pada usia ekstrem, namun tetap merupakan penyebab morbiditas yang penting dan bahkan penyebab mortalitas pada dewasa muda.
Penyebab infeksi terjadi melalui droplet. Yang dapat menyebabkan infeksi diantaranya yaitu Pneumococcus, Mycoplasma, H. Influenzae, Staphylococcus. Organisme bermultiplikasi dalam paru, dan jika telah berhasi mengalahkan mekanisme pertahanan paru terjadi pneumonia. Kebiasaan merokok melemahkan pertahanan lokal karena menekan fungsi silier.
Gambaran Klinis
Demam dan batuk merupakan gejala umum. Bisa juga nyeri dada dan sesak nafas. Gambaran sistemik (lebih sering terjadi namun tidak spesifk untuk pneumonia atipik) diantaranya nyeri kepala, confusion, mialgia, dan malaise. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda konsolidasi lokal dan ronki basah pada lobus yang terkena. Takipnea, hipotensi, confusion, dan sianosis merupakan tanda beratnya penyakit.
Penatalaksanaan
1. Terapi suportif umum: cairan intravena, O2, dan fisioterapi.
2. Terapi antibiotik: pada pneumonia berat digunakan sefalosporin intravena (serufoksim) dan makrolida (eritromisin, klaritromisin) sedangkan pada kasus lebih ringan digunakan ampisilin menggantikan sefalosporin dan pada kasus ringan dapat diberikan amoksisilin saja.
Pneumonia Nosokomial
Epidemiologi dan Etiopatogenesis
Lebih sering terjadi pada manula, merupakan 2,5% komplikasi dari seluruh perawatan di rumah sakit dan 10-15% dari semua kasus infeksi yang didapat di rumah sakit.
Terdapat beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan seorang pasien mengalami pneumonia di rumah sakit yaitu meningkatnya risiko aspirasi, menurunnya pertahanan tubuh, dan pemakaian alat melalui paru atau kulit yang mengganggu pertahanan tubuh normal. Walaupun organisme penyebab pneumonia yang didapat di masyarakat juga menyebabkan infeksi di rumah sakit tetapi bakteri Gram-negatif, Staphylococcus aureus, dan organisme anaerob lebih sering ditemukan. Penderita penyakit paru yang mengalami pneumonia pasca operasi masih sangat mungkin mengalami infeksi pneumokokus atau hemofilus.
Gambaran Klinis
Sama dengan pada pneumonia yang didapat di masyarakat. Tingkat berat penyakit seringkali lebih tinggi akibat adanya penyakit yang mendasari.
Penatalaksanaan
1. Terapi suportif umum: cairan intravena, O2, dan fisioterapi.
2. Terapi antibiotik spesifik diperlukan untuk membasmi organisme Gram-negatif yang resisten terhadap antibiotik yang diberikan pada pneumonia yang didapat dalam masyarakat. Antibiotik untuk pneumonia nosokomial adalah Sefalosporin generasi ketiga (sefotaksim) dan aminoglikosida, tienamisin (imipenem, meropenem), penisilin antipseudomonas (piperaziln atau tazobaktam), juga pertimbangkan pemberian antistafilokokus.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series
ROKOK DAN ASBES
Asbes merupakan serat mineral silika yang bersifat fleksibel, tahan lama dan tidak mudah terbakar. Asbes banyak digunakan sebagai penghantar listrik dan penghantar panas yang baik. Asbes banyak digunakan sebagai isolator panas dan pada pipa saluran pembuangan limbah rumah tangga, dan bahan material atap rumah. Asbes banyak digunakan dalam bahan-bahan bangunan. Jika ikatan asbes dalam senyawanya lepas, maka serat asbes akan masuk ke udara dan bertahan dalam waktu yang lama. Bahan ini merupakan karsinogen bagi tubuh dan dapat menimbulkan asbestosis yang memiliki manifestasi mesotelioma (Amin, 2007). Begitu juga kandungan yang terdapat dalam rokok. Bahan-bahan tersebut memiliki dampak yang sangat buruk dalam tubuh.
Bahan yang terkandung di dalam rokok dapat menyebabkan kerusakan lapisan-lapisan saluran pernapasn, pembuluh darah, maupun saluran lain bahkan dapat menyebabkan karsinoma. Bahan-bahan yang terkandung di dalam rokok yang bersifat karsinogen adalah nitrosamin, formaldehide, etilen oksida, arsenik, senyawa aromatikamin, komponen radioaktif, tar, fenol, hidrazina, 3, 4 – benzopyrene, toluene, dan masih banyak lagi. 3, 4 – benzopyrene dapat berikatan dengan DNA mukosa bronkus yang dapat mengaktivasi onkogen dominan dan menginhibisi gen penghambat tumor (supresor gen). Gen mengalami mutasi atau cacat terlebih dahulu sebelum sel normal kehilangan seluruh mekanisme pengaturan pertumbuhan normal dan menyebabkan pembelahan sel terhambat. Mutasi gen terjadi pada gen supresor p53, RAS, dan P16. Mutasi yang menyebabkan kanker terjadi pada lengan pendek kromosom 3 sel tubuh (3p21, 3) dimana terjadi delesi pada bagian tersebut. (Pfeifer, 2000; Zen Ahmad, 2004). Selain itu rokok juga bisa merusak pergerakan silia, menghambat fungsi makrofag, menimbulkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar penghasil mukus. Asap rokok juga menghambat antiprotease dan menyebabkan leukosit polimorfonuklear seperti neutrofil melepaskan enzim proteolitik mendadak. (Honig, 1998).
Rokok dapat mengakibatkan peningkatan immunoglobulin (Ig) yang mengakibatkan hipereaktivitas saluran udara dan peningkatan destruksi parenkim paru. Destruksi ini diakibatkan oleh penurunan anti alfa – 1 antitripsin (AAT) sehingga mengakibatkan peningkatan protease. AAT berfungsi sebagai protein atau peptida yang menghalangi kerja enzim proteolitik, menetralisir enzim proteolitik, dan menetralisir leukosit yang mati akibat infeksi. AAT dioksidasi cepat oleh asap rokok pada fase gas, sedangkan pada fase tar dioksidasi lambat. Peningkatan protease akan menyebabkan peningkatan inflamasi melalui peptida yang dilepaskan akibat proses proteolisis kolagen, elastisn, atau komponen-komponen lain matriks ekstrasel.Protease akan mengaktivasi makrofag menghasilkan elastase matriks dan melepaskan IL-8 yang akan mengaktivasi neutrofil kemotaktik faktor. Elastase yang terbentuk akan melisiskan elastin yang secara normal berfungsi menjaga tegangan alveolus. Rokok juga mengkin berperan dalam ketidakseimbangan oksidan-antioksidan. Dalam keadaan normal, paru mengandung sejumlah antioksidan (superoksida dismutase dan glutation) yang menekan kerusakan oksidatif hingga tingkat minimum. Asap rokok yang banyak mengandung radikal bebas menghabiskan mekanisme antioksidan ini sehingga terjadi kerusakan jaringan. Neutrofil aktif juga menambah jumlah radikal bebas di alveolus. Akibat sekunder edera oksidatif ini adalah inaktivasi antiprotease yang terdapat dalam paru sehingga terjadi defisiensi “fungsional” antitripsin-α1, bahkan pada pasien yang tidak mengalami defisiensi enzim kongenital.
(Burns dan Kumar, 2007; Djojodibroto, 2009)
Referensi:
Amin, Zulkifli. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II: Kanker Paru. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Burns, D. K. dan V. Kumar. 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 509-570.
Djojodibroto, R. Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar