Cari Blog Ini

Laman

Kamis, 26 Mei 2011

Demam Typhoid

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Kasus mengenai system pencernaan tak jarang dijumpai di kehidupan masyarakat. Kasus tersebut juga sangat berkaitan erat dengan makanan. Tak sedikit juga masyarakat yang suka membeli makanan diluar. Padahal kita tak bisa meyakinkan bahwa makanan tersebut tidak tercemar kuman. Salah satu kuman yang sering menimbulkan masalah adalah Salmonella, Kuman ini seringkali memasuki tubuh melalui makanan yang tercemar tersebut. Banyak jenis Salmonella yang dapat ditemukan, salah satunya adalah Salmonella typhi yang dapat menimbulkan demam typhoid.
Demam typhoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit in termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 1962. Dari survey yang telah dilakukan, penyakit tersebut sangat berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan. Sebenarnya tidak hanya Indonesia, tetapi Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania pun kerap mendapati kasus ini.

Skenario
Seorang mahasiswi 23 tahun datang ke RSUD Dr. Muwardi dengan keluhan sering mual dan muntah selama 1 minggu. Keluhan ini disertai febris 8 hari, yang sifatnya remitten, akan tetapi tidak sampai menggigil. Kemudian mahasiswi tersebut memeriksakan diri ke dokter, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan: febris, bradikardi relative, lidah kotor dan tremor, serta hepatosplenomegali. Sebelumnya penderita dicurigai infeksi dan sudah diberi antibiotic oleh dokter Puskesmas setempat akan tetapi masih belum sembuh. Di antara teman satu kosnya ada yang menderita keluhan yang sama. Lingkungan rumah kost penderita banyak tikusnya.
Hasil pemeriksaan darah didapatkan: leukopeni, tes serologi Widal positif dan IgM Salmonella Typhi meningkat, sedangkan hasil pemeriksaan apusan darah tebal/tipis malaria negative. Direncanakan pemeriksaan MAT (Microaglutination Test).

Hipotesis
Pasien tersebut terinfeksi bakteri Salmonella typhi yang mengakibatkan demam typhoid.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.                1. Bagaimana tipe demam yang timbul pada demam typhoid?
2.                 2.  Mengapa demam bisa terjadi hingga 8 hari, remitten, dan tidak menggigil?
3.              3. Mengapa dokter Puskesmas mengira pasien mengalami infeksi?
4.              4. Apakah banyaknya tikus mempengaruhi timbulnya penyakit?
5.             5. Apa penyebab timbulnya mual dan muntah?
6.             6. Apa guna pemeriksaan malaria dan MAT?
7.               7. Apakah semua penderita memiliki keluhan yang sama?
8.            8. Adakah penyakit lain dengan keluhan yang serupa (sebagai diagnosis banding)?
9.           9. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan?
10.    10. Mengapa bisa timbul kekambuhan?
11.    11. Bagaimana hubungan genetic dan umur untuk demam thyphoid?
12.    12. Penatalaksanaan apa yang tepat bagi pasien?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui tipe-tipe demam dan manifestasinya.
2.      Mengetahui mekanisme timbulnya gejala pada demam typhoid.
3.      Mengetahui tanda-tanda suatu penyakit infeksi.
4.      Mengetahui seluk beluk bakteri Salmonella typhi dan vektornya.
5.      mengetahui guna pemeriksaan laboratorium dan interpretasinya.
6.      Mengetahui patogenesis dan patofisiologi demam typhoid.
7.      Mengetahui hubungan genetik dan umur pada demam typhoid.
8.      Mengetahui penatalaksanaan yang tepat bagi pasien.

D.    MANFAAT
1.      Mahasiswa mampu mengetahui seluk-beluk agen infeksius dan peranannya terhadap timbulnya penyakit.
2.      Mahasiswa mampu mengetahui predileksi organ atau system yang mengalami infeksi dan penyakit.
3.      Mahasiswa mampu mengetahui predisposisi penyakit tropis dan infeksi, meliputi factor daerah, lingkungan, anatomis organ, fisiologis organ, dan usia.
4.      Mahasiswa mampu memahami proses terjadinya penyakit tropis dan infeksi.


BAB II
STUDI PUSTAKA

A.    SALMONELLA
Kingdom   : Bacteria
Phylum      : Proteobacteria
Class          : Gamma Proteobacteria
Order         : Enterobacteriales
Family       : Enterobacteriaceae
Genus        : Salmonella
Oleh Ewing, Salmonella diklasifikasikan dalam 3 spesies, yaitu Salmonella choleraeus, Salmonella thyphi, dan Salmonella enteriditis, sedangkan kuman dengan tipe antigenic lainnya dimasukkan ke dalam serotype dari Salmonella parathyphi enteriditis bukan sebagai spesies baru lainnya. Kuman ini berbentuk batang, tidak berspora, dan bersifat gram negatif. Salmonella sp. Memiliki 3 struktur antigen, yaitu antigen O (antigen somatic), antigen H (antigen flagel), dan antigen Vi (antigan envelop) (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonmesia, 1994)

B.     DEMAM
Demam atau febris adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikan itik ambang regulasi panas hipotalamus (Nelson, 2000). Ada beberapa tipe demam yang biasa dijumpai, yaitu (Nelwan, 2007):
1.      Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ke atas normal yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tinggi turun ke yingkat yang normal dinamakan demam hektik.
  2.      Demam Remitten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik
3.      Demam Intermitten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti terjadi seperti itu terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4.      Demam Kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5.      Demam Siklik
Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.


B.    DEMAM TYPHOID
Demam typhoid atau enteric fever adalah sindrom klinik yang dihasilkan oleh organisme salmonella tertentu. Istilah ini mencakup istilah demam yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratyphoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. paratyphi B, S.paratyphi C, dan kadag-kadang seroyip salmonella lain (Nelson, 2000)
Kuman S. typhi dan S. paratyphi biasanya masuk lewat makanan yang tercemar lambung sebagian dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian lolos ke usus berkembang biak ketika IgA tubuh kurang baik, kuman dapat menembus sel-sel epitel lamina propia difagosit makrofag hidup dan berkembang biak di makrofag dibawa ke plaque peyeri kelenjar bening mesentrika sirkulasi darah melalui duktus torasikus terjadi bakteremia I asimptomatik menyebar ke seluruh organ endotelial terutama hati dan limpa di organ tersebut kuman meninggalkan sel fagosit berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid sirkulasi lagi bakteremia II disertai tanda dan gejala sistemik. Di hati, kuman masuk ke kandung empedu VB berkembang biak bersama cairan empedu diekskresikan intermitten ke dalam lumen usus sebagian lagi masuk ke sirkulasi setelah menembus usus proses seperti semula makrofag teraktivasi hiperaktif saat fagositosis kuman, mengeluarkan mediator inflamasi timbul gejala-gejala. Patologi dapat meluias ke lapisan otot, serosa, dan usus sehingga mengakibatkan perforasi (Widodo, 2007).



BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien berumur 23 tahun datang dengan keluhan sering mual dan muntah selama 1 minggu. Selain itu febris atau demam yang sudah berlangsung 8 hari, yang sifatnya remitten tetapi tidak sampai menggigil. Mual menurut Sylvia A. Price (2005) adalah perasaan yang sangat tidak enak dibelakang tenggorokan dan epigastrum yang sering menyebabkan muntah. Tanda dari mual itu antara lain meningkatnya saliva, hendak muntah, hendak pingsan, berkeringat, dabn takikardi. Mual tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu impuls iriatif yang datang dari traktus gastrointestinal, dari bawah otak yang berhubungan dengan motion sickness, dan dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah (Guyton and Hall, 2008). Mual memang sangat berkaitan dengan muntah. Muntah itu sendiri merupakan suatu refleksi yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price, 2005).
Demam sering ditemui pada kebanyakan penyakit. Pusat demam adalah hipotalamus, yang mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor-reseptor neuronal perifer dingin dan panas, dan suhu yang yang bersirkulasi dalam hipotalamus. Integrasi sinyal-sinyal tersebut mempertahankan agar suhu di dalam tubuh normal pada titik ambang 37o C dan sedikit berkisar antara 1o – 1,5o C. Suhu tubuh normal mengikuti irama sirkardian diurnal, yaitu suhu pada dini hari rendah dan suhu tertinggi pada pukul 16.00 – 18.00 (Nelson, 2000). IL-1 dan TNFα di hipotalamus menyebabkan perubahan set point suhu tubuh, sehingga menaikkan suhu tubuh agar dianggap normal. Akibatnya terjadi katabolisme dengan kontraksi otot, pasien menggigil. Hal-hal yang mempengaruhi timbulnya menggigil atau tidak antara lain jaringan adipose tubuh, keadaan lingkungan, dan akut dan kronisnya demam yang timbul. Panas tubuh yang ditrigger oleh IL-1 akan meningkat 1° C, sedangkan panas tubuh akibat zat-zat toksik dari mikroorganisme akan meningkatkan suhu tubuh secara drastis (Nelwan, 2007). Terkadang demam bisa menyebabkan kejang. Pada kondisi demam, kenaikan suhu 1° C bisa berakibat pada kenaikan 10-15%  metabolism basal sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen hingga 20%. Akibatnya terjadi perubahan kseimbangan disertai perubahan pompa Natrium-Kalium yang menyebabkan pertukaran ion drastis sehingga menimbulkan kejang.
Dari anamnesis dokter tersebut, dokter seharusnya bisa membuat suatu kemungkinan terhadap suatu penyakit sebelum membuat diagnosis awal. Dari gejala mual dan muntah, kemungkinan penyakit tersebut berhubungan dengan system pencernaannya. Kemudian dari demam itu bisa diperkirakan adanya infeksi. Agen infeksi menyebabkan timbulnya reaksi peradangan atau inflamasi. Sedangkan tanda inflamasi adalah tumor, rubor, kalor, dolor, dan funsiolase. Makna kalor di sini adalah menimbulkan panas. Inflamasi ini bertujuan agar infeksi tidak menyebar (Guyton and Hall, 2008). Selain itu bakteri juga mempunyai endotoksin yang merangsang pelepasan zat pirogen dari sel-sel makrofag dan sel leukosit PMN (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonmesia, 1994). Untuk melakukan analisa selnajutnya perlu dilakukan pemeriksaan fisik. Ternyata didapatkan bradikardi relatif, yaitu peningkatan suhu 1o C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit. Kemudian lidah kotor dan tremor, yaitu gerakan involunter (Dorland, 2006) yang terjadi akibat aktivitas neuron yang berlebihan dalam 1 area (Price, 2005). Selain itu ada hepatosplenomegali. Hal ini bisa disebabkan virus tersebut memang menyerang atau sampai ke bagian hepar dan lien atau memang terjadi destruksi sel darah. Dari ciri-ciri tersebut memang sangat spesifik dengan demam typhoid, tetapi tidak bisa didiagnosis begitu saja. Dari pernyataan pasien, teman satu kosnya ada yang menderita keluhan yang sama serta lingkungannya banyak tikusnya. Dari pernyataan tersebut bisa diduga juga Leptospirosis. Gejalanya sangat mirip. Untuk itu perlu dilakukan tes laboratorium untuk menunjang diagnosis.
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan terjadinya leukopeni. Hal ini memang lebih mengarahkan kepada demam typhoid. Salmonela typhi masuk ke dalam sirkulasi dan hinggap di berbagai organ. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang (Anonim, 2008). Dengan begitu lekosit juga akan berkurang. Hal yang lebih memperkuat adalah hasil dari pemeriksaan serologi Widal positif dan IgM Salmonella Typhi meningkat. Hal tersebut menunjukkan adanya Salmonella typhi di dalam tubuh penderita. Dugaan mengenai malaria bisa dihapuskan dari pemeriksaan apusan darah yang menyatakan malaria negatif. Salmonella memang sangat mudah menginfeksi apalagi didukung oleh kondisi tubuh yang tidak fit. Kuman Salmonella typhi dapat bertahan dari makrofag sebab mempunyai antigen kapsul atau yang disebut dengan antigen Vi. Antigen ini menutupi kuman dari deteksi makrofag, selain itu dapat mengganggu fagositosis dengan cara mencegah pengikatan C3 pada permukaan bakteri dan berkorelasi dengan kemampuan invasi. Kemampuan tersebut dikode oleh regulon pho P (Nelson, 2000). Untuk tetap menegakkan diagnosis banding, dokter tersebut meyakinkannya dengan menganjurkan pasien tersebut melakukan pemeriksaan MAT untuk mengetahui terkena Leptospirosis atau tidak. Diagnosis banding dari demam typhoid yang memiliki gejala hamper sama yaitu leptospirosis, malaria, CMV, limfoma, miliary TB, hepatitis virus, infeksi mononucleosis, tulanemia, brucellosis (Nasronudin, 2007).
Untuk penatalaksanaannya, saat ini masih dainut trilogi penatalaksanaan demam typhoid, yaitu istirahat (bed rest) dan perawatan bertujuan untuk menghindarkan dari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus (Anonim, 2008), diet dan terapi penunjang, dan pemberian antibiotik. Antibiotik yang sering diberikan adalah Kloramphenikol. Sebelum memberikan antibiotik, lebih baik diuji dulu apakah obat tersebut resisten atau sensitive terhadap bakteri yang dituju. Demam typhoid yang sudah parah bisa menimbulkan perdarahan pada saluran cerna. Perdarahan saluran cerna yang terjadi disebabkan oleh erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia karena akumulasi mononuklear di dinding usus (Widodo, 2007). Untuk itu harus segera diatasi dengan cara yang tepat. Jika terlambat atau gagal menangani dapat timbul berbagai komplekasi, yaitu (1)Komplikasi Intestinal (Perdarahan usus, Perforasi usus, Ileus paralitik) dan  (2)Komplikasi Ekstra Intestinal (Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan septik), miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis; Komplikasi darah : anemia hemolitik , trombositopenia, dan / atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik; Komplikasi paru: Pneumonia, empiema, dan pleuritis; Komplikasi hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis; Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis; Komplikasi tulang: osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis; Komplikasi Neuropsikiatrik: Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia) (Anonim, 2008).
Demam typhoid tidak bisa langsung sembuh total, biasanya masih mengandung Salmonella, yang biasanya disebut carier. Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenis intestinal sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas (Anonim, 2008).
Penyakit ini memiliki manifestasi yang berbeda-beda untuk setiap usia. Angka kejadiannya pun berbeda-beda untuk umur 12 - 29 tahun sekitar 70 - 80 %, 30 - 39 tahun 10 - 20 %, dan > 40 tahun 5 - 10 % (Anonim, 2008).

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
  1. Penyakit infeksi selalu bermanifestasi demam, tetapi jenis demam tersebut belum bisa mengidentifikasi penyakit yang diderita (tidak spesifik) tetapi memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
  2. Antibiotik yang diberikan untuk pasien demam typhoid harus spesifik terhadap bakteri Salmonella typhi, sehingga tidak semua antibiotic bisa berefek positif dalam pengobatan. 
  3. Pemeriksaan malaria dan MAT dilakukan untuk menghilangkan kerancuan diagnosis terhadap malaria dan leptospirosis. 
  4.  Keluhan pada penderita bisa bervariasai, namun hampir selalu disertai demam. Keluhan yang sama pun belum tentu menunjukkan penyakit yang sama. 
  5. Komplikasi yang dapat ditimbulkan bisa berupa komplikasi intestinal dan ekstraintestinal.

B.     SARAN
  1. Pasien demam typhoid harus banyak beristirahat untuk mempercepat pemulihan dan mencegah timbulnya komplikasi.
  2. Dokter harus selalu mempertimbangkan diagnosis bandingnya agar tidak terjadi salah penanganan yang menimbulkan komplikasi bahkan sampai pada kematian.
  
DAFTAR PUSTAKA

 Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.
 Guyton, Arthur C and John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
 Nasronudin. 2007. Penyakit Infeksi Tropik. Surabaya: Airlangga Unversity Press.
 Nelson, Waldo et. Al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Jakarta: EGC.
 Nelwan, R. H. H. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
 Price, Sylvia A and Lorraine M Wilson. 2005. Patofisologi Volume 2. Jakarta: EGC.
 Staf Pengajar Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. 1994. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.
 Widodo, Djoko. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar