Cari Blog Ini

Laman

Kamis, 26 Mei 2011

Imunisasi


BAB II
STUDI PUSTAKA

A.    SISTEM IMUN
Sistem imun merupakan gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensiterhadap suatu infeksi. Sistem imun diperlukan oleh tubuh dalam mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Pertahanan imun terdiri atas system imun alamiah atau nonspesifik (innate/native immunity) dan didapat atau spesifik (adaptif/acquired immunity) (Baratawidjaja, 2006).
1.      Sistem Imun Nonspesifik
Disebut nonspesitik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir.
a.       Pertahanan Fisik
Dalam system pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lender, silia saluran nafas, batuk, dan bersin merupakan garis pertahanan terdepan dalam infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapt ditembus kebanyakan mikroba.
b.      Pertahanan Larut
1.      Biokimia
·         Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kelenjar kulit, telinga, spermin dalam sperma.
·         pH asam keringat dan sekresi sebaseus serta berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membrane sel.
·         Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, dan air susus ibu melindungi dari kuman Gram positif dengan cara menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri.
·         Air susu ibu mengandung laktooksidase dan asam neurominik yang sifatnya antibacterial.
·         Saliva mengandung laktooksidase yang dapat merusak dinding bakteri dan menimbulkan kebocoran sitoplasma serta antibody adan komplemen sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba.
2.      Humoral
·         Komplemen
Memiliki fungsi melisiskan bakteri, sebagai faktor kemotaktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri, dan opsonisasi.
·         Interferon
Berfungsi sebagai antivirus, menginduksi sel sekitar sel yang terinfeksi virus agar menjadi resisten, dan mengaktifkan sel NK yang akan memberi respon terhadap IL-12 yang diproduksi makrofag dan melepaskan IFN-γ.
·         Protein Sel Akut
Ada beberapa jenis, diantaranya C-Reactive Protein (CRP) yang dapat mengikat berbagai mikroorganisme yang membentuk kompleks dan mengaktifkan komplemen dan Mannan Binding Lectin (MBL) yang dapat mengaktifkan komplemen.
·         Kolektin
Protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman.
c.       Pertahanan Selular
1.      Fagosit
Fagosit yang berperan adalah monosit dan agranulosit. Sistem ini memiliki 6 fase dalam memusnahkan mikrobia, yaitu kemotaksis, menangkap, memakan, fagositosis, memusnahkan, dan mencerna.
2.      Sel NK
Sel NK atau natural Killer Cell merupakan limfosit dengan granula besar dan memilki banyak sitoplasma. sel ini dapat menghancurkan sel lain yang mengandung virus atau sel neoplasma.
3.      Sel Mast
Sel ini berperan dalam reaksi alergi dalam pertahanan pejamu.
2.      Sistem Imun Spesifik
Disebut system imun spesifik karena dapat menyingkirkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya.
  1. Selular
Sel yang berperan dalam pertahanan selular adalah Limfosit T atau sel T. sel tersebut memiliki fungsi:
1.      Membantu sel B dalam memproduksi antibody
2.      Mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus
3.      Mengaktifkan makrofag dalam fagositosis
4.      Mengontrol ambang dan kualitas sistem imun
Sel T terdiri dari bebrapa sel subset, yaitu:
  1. Sel T naif (virgin)
Sel T naif adalah sel limfosit yang meninggalkan timus, namun belum berdiferensiasi, belum pernah terpajan dengan antigen, dan menunjukkan molekul permukaan CD45RA. Jika terpajan, akan berkembang menjadi Th0 (T helper 0) lalu menjadi sel efektor Th1 dan Th2 (sesuai dengan sitokin yang dihasilkan)
  1. Sel T CD4+
Sel ini masuk sirkulasi dan menetap pada organ limfoid sebelum terpajan serta mengenal antigen yang dipresentsikan bersama molekul MHC II oleh APC dan berkembang menjadi TH1/ Tdth /Th2 tergantung sitokin.
  1. Sel T CD8+/Tc (T cytotoxic)
Fungsi utama dari sel ini adalah menyingkirkan sel yang terinfeksi virus dengan menghancurkan sel yang mengadung virus tersebut, sel ganas, dan sel yang terinfeksi bakteri intraselular.
  1. Sel Ts/Tr (T supresor/regulator)
Fungsinya untuk menekan pertumbuhan sel T agar tidak terjadi autoimun.
  1. Humoral
Sel yang berperan dalam pertahanan humoral adalah Limfosit B atau sel B. Sel ini bila dirangsang benda asing akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibody. Fungsi Antibodi tersebut adalah untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus, dan menetralisasi toksin.
(Baratawidjaja, 2006)
B.     ANTIBODI
Antibodi merupakan golongan protein yang dibentuk oleh sel plasma setelah terjadi kontak dengan antigen. Antibodi dapat ditemukan di serum.
1.      Imunoglobulin G (IgG)
Antibodi jenis ini merupakan antibodi terbanyak, sekitar 75% dari Ig total, dapat ditemukan di berbagai cairan darah, cairan serobro spinal, dan urin. IgG merupakan satu-satunya antibodi yang dapat menembus plaseta dan masuk ke janin dan berperan pada imunisasi bayi sampai dengan umur 6 – 9 bulan. Fungsinya adalah mengaktifkan komplemen, meningkatkan pertahanan badan melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi.
2.      Imunoglobulin A (IgA)
Kadar IgA sedikt di dalam serum. IgA ebih banyak sebagai IgA sekretori (sIgA) yang terdapat dalam saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat, ludah, dan kolostrum. Fungsinya adalah mencegah adherens dan kolonisasi patogen dalam sel pejamu serta sebagai opsonin.
3.      Imunoglobulin M (IgM)
IgM merupakan antibodi yang akan naik pertama kali saat terpapar antigen. Antibodi ini dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan aglutinator yang kuat terhadap butir antigen serta dapat mengikat komplemen.
4.      Imunoglobulin D (IgD)
Antibodi ini belum memilki fungsi yang jelas. IgD tidak mengikat komplemen dan memiliki aktivitas antibodi antigen terhadap antigen berbagai makanan atau autoantigen.
5.      Imunoglobulin E (IgE)
IgE sangat mudah diikat sel mast, basofil, eosinofil, makrofag, dan trombosit. Kadarnya akan meningkat pada alergi, infeksi cacing, dan lain-lain.
C.    IMUNISASI
Imunisasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protektif (Dorland, 2006) dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen/nontoksik (Baratawidjaja, 2006).
1.      Imunisasi Pasif
Merupakan pemberian proteksi sementara melalui pemberian antibodi yang dihasilkan secra eksogen (Nelson, 2000).
a.       Alamiah (melalui plasenta dan kolostrum) (Baratawidjaja, 2006)
b.      Buatan
·     Imun Serum Globulin Nonspesifik
Hanya diberikan dalam keadaan tertentu kepada pasien yang terpajan dengan antigen dan sebagai regimen jangka panjang pada pasien dengan defisiensi antibodi. Preparat yang digunakan adalah plasma atau serum dari donor sehat atau plasenta tanpa memperhatikan sudah atau belum divaksinasi (Baratawidjaja, 2006).
·     Imun Serum Globulin Spesifik
Menggunakan preparat plasenta atau serum dari donor yang sudah divaksinasi (Baratawidjaja, 2006).
2.      Imunisasi Aktif
a.       Alamiah (pernah terpajan infeksi kuman) (Baratawidjaja, 2006)
b.      Buatan
Merupakan induksi tubuh untuk mengembangkan pertahanan terhadap penyakit dengan pemberian vaksin (Suatu suspensi mikroorganisme hidup yang dilemahkan atau mati atau bagian antigenik agen ini yang diberikan pada hospes potensial untuk menginduksi imunitas dan mencegah penyakit)/toksoid (suatu toksin bakteri yang diubahyang telah dibuat nontoksik tetapi mempertahankan kemampuan untuk merangsang pembentukan antitoksin) yang merangsang sistem imun selular yang melindungi terhadap agen infeksius (Nelson, 2000).

Vaksin campak
Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan dari galur virus dengan antigen tunggal yang dibiakkan dalama embrio ayam (Baratawidjaja, 2006). Vaksin yang dilemahkan memiliki kelebihan yaitu terjadinya replikasi mikroba sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar dan respon imun di tempatinfeksi alamiah sehingga bisa memberikan proteksi seumur hidup. selain itu memiliki kelemahan yaitu virus tersebut dapat menjadi lebih virulen.
Dosis yang diberikan adalah 0,5 mL pada umur 9bulan atau lebih. Kontraindikasinya adalah infeksi akut disertai demam >380C, defisiensi imunologis, pengobatan supresif, alergi protein telur, hipersensitivitas kenamisin dan eritromisin, dan wanita hamil. Sedangkan efek sampingnya adalah demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis, ensefalis (jarang) (Mansjoer, 2008).

D.    CAMPAK
Merupakan suatu penyakit akut menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Paramixoviridae genus Morbilivirus. Ditandai oleh 3 fase:
1.      Stadium Inkubasi
Stadium ini terjadi sekitar 10 – 15 hari tanpa gejala, tetapi jika ada gejala hanya sedikit.
2.      Stadium Prodormal
Pada stadium ini timbul enantem (bercak korplik) yang merupakan khas dari campak pada mukosa bukal dan faring,demam ringan-sedang, konjungtivitis ringan, koryza (Rhinitis akut), batuk yang semakin berat.
3.      Stadium Akhir
Ruam makuler mulai muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan, dan kulit, disertai demam tinggi. Ruam tersebut menandakan tingkat keparahan campak (semakin parah, semakin besar dan menyatu).
Penyakit ini dapat menular melalui drplet/tetes-tetes semprotan partikel kecil (batuk, bersin) selama masa prodormal dan kontak langsung dengan pasien. Pasien mulai menularkan pada hari ke- 9 – 10 setelah pemajanan.
(Nelson, 2000; Mansjoer, 2008)

BAB III
PEMBAHASAN

Dalam skenario, disebutkan seorang anak bernama Ali yang berumur 9 bulan sedang dilakukan penimbangan di posyandu dan oleh petugas disarankan agar diimunisasi campak. Tetapi Ibu Susi, ibu dari anak tersbut, ragu-ragu sebab kakaknya, Amir, sudah mendapat imunisasi saat berusia 9 bulan tetapi tetap saja terkena campak. Hal seperti bisa saja terjadi. Diimunisasi tidak menjamin kebal 100% (Hadinegoro, 2001). Banyak faktor yang berpengaruh terhadap ketidakberhasilan imunisasi. Yang pertama adalah dari faktor host atau penerimanya. Mungkin saja kondisi anak tersebut saat menerima vaksin sedang tidak stabil atau sedang memerangi penyakit lain (Hadinegoro, 2001). Umur bayi saat diberi vaksin juga berpengaruh (Salimo, 2008). Harus kita ingat bahwa ibu menyalurkan IgG kepada janin melalui plasenta. Dengan adanya antibodi dari ibu saat bayi lahir, seorang bayi memiliki kekebalan sementara untuk mengahadapi paparan agen infeksius. Namun antibodi tersebut akan berkurang setelah bayi berusia 6 bulan sampai si bayi membentuk antibodinya sendiri. Hal ini menjadi dasar waktu pemberian imunisasi terhadap bayi tersebut. IgG akan bereraksi terhadap virus yang masih hidup (dilemahkan) (Bellanti, 2006). Apabila virus yang dimasukkan dimusnahkan oleh IgG dari ibu, akan terjadi kegagalan dalam perangsangan pembentukan antibodi anak tersebut. Oleh sebab itu, pemberian vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Faktor dari host lain yang berpengaruh yaitu status gizi (Salimo, 2008). Antibodi merupakan suatu protein. Seseorang yang kekurangan gizi, misalnya kwashiorkor atau penyakit KEP (Kurang Energi Protein) lainnya, memiliki cadangan protein yang kurang di dalam tubuhnya. Itu sebabnya seorang anak yang kurang gizi kesulitan membentuk antibodi, sehingga imunisasi yang dilakukan pun tidak berpengaruh. Hal ini dapat menjelaskan pernyataan diskenario mengenai ketidakberhasilan imunisasi karena anak kurang gizi. Ada vaksin yang tidak boleh diberikan pada anak kurang gizi (seperti vaksin campak), ada juga yang boleh diberikan. Vaksin tersebut tidak boleh diberikan dengan alasan takut menimbulkan efek sakit terhadap anak tersebut karena tidak ada antibodi yang menyerang virus tersebut sampai akhirnya virus tersebut menjadi virulen.Pemberian ASI juga berpengaruh dalam pemberian imunisasi (Salimo, 2008). Di dalam ASI terdapat sIgA yang berfungsi sebagai kekebalan pasif.
Faktor ke dua selain host adalah agent imunisasi (Salimo, 2008). Suatu virus bisa dengan cepat bermutasi dan memiliki genotip yang berbeda-beda. Bisa saja vaksin yang dimasukkan adalah vaksin yang belum bermutasi, sedangakan anak terpapar virus yang sudah virulen. Jelas, imunisasi yang dilakukan tidak akan memiliki pengaruh. Begitu juga dengan perbedaan genotip antara virus yang dijadikan vaksin dengan virus yang menginfeksi. Berdasarkan penelitian Prof.Dr.Harsono Salimo,dr.,Sp.A (K) telah ditemukan genotip virus campak di Indonesia, yaitu di Bandung (D9),di Solo (D9 dan G3), dan di Pacita (D9). Menurut WHO khusus di Indonesia memang hanya ada 3 jenis genotip tersebut.
Faktor ke tiga adalah lingkungan. Seseorang yang sudah di imunisasi bisa saja tertular apabila di keluarganya terkena campak semua (Hadinegoro, 2001). Begitu juga dengan keadaan higiene sanitasi lingkungan, tingkat kepadatan penduduk yang akan menyebabkan mudahnya terjadi penularan (Salimo, 2008).
Selain dari faktor-faktor tersebut, ada satu hal lagi yang harus diperhatikan, yaitu respon dari masng-masing anak. Setiap anak memilki respon yang berbeda-beda dalam membentuk respon primer terhadap paparan awal dari agen infeksiosa. Dalam penelitian Prof.Dr.Harsono Salimo,dr.,Sp.A (K) kepada pelaksanaan imunisasi, didapatkan hasil yang berbeda-beda. Ada anak yang sekali imunisasi, sudah bisa memebentuk antbodi, namun ada anak yang memerlukan imnuisasi ulang baru bisa membentuk antibodi. Bisa saja kasus dalam skenario berkaitan dengan hal ini. Oleh sebab itu imunisasi campak tidak hanya diberikan 1 kali. Tapi memang, dalam program pemerintahan hanya dilkukan 1 kali. Namun sebagai seorang dokter juga harus mempertimbangkan hal-hal lain untuk dilaksanakannya atau tidak dilaksanakannya imunisasi ulang tersebut. Pengulangan imunisasi itu juga memiliki interval. Untuk imunisasi campak 1 diberikan pada umur 9 bulan, imunisasi campak 2 pada umur 5-7 tahun. Vaksin campak juga bisa diberikan dalam bentuk kombinasi, yang disebut MMR (Measles, Mumps, Rubella) yang diberikan pada usia 12 – 18 bulan (Baratawidjaja, 2006). Imunisasi campak  gagal bisa juga disebabkan oleh virus vaksin campak mati sebelum disuntikkan (Anonim, 2007)
Dalam skenario disebutkan bahwa anak tetangga Ibu Susi setelah mendapat imunisasi malah panas dan ada juga yang terjadi radang. Sebenarnya gejala tersbut adalah reaksi umum dari vaksinasi. Tubuh kita dimasukki suatu antigen, jelas sistem pertahanan tubuh akan mengadakan sebuah perlawanan yang bermanifestasi panas dan radang. Setiap vaksin pasti memiliki efek samping yang berbeda-beda pada tubuh. Hal tersebut disebabkan jenis vaksin yang dimasukkan berbeda-beda, organ sasaran virus juga berbeda, sehingga gejala yang ditimbulkan pun berbeda.
Permasalahan lain yang mengkhawatirkan Ibu Susi adalah anak tetangganya yang menderita campak sering bermain ke rumahnya. Campak memang bisa menular. Namun apabila di dalam tubuh sudah ada antibodi, akan mengurangi resiko tertular, walaupun tidak bisa menjamin 100%. Tetapi, seseorang yang sudah diimunisasi lalu terkena campak, penyakitnya akan lebih ringan. Jadi tidak ada salahnya Ibu Susi mengimunisasikan Ali sebagai proteksi awal terhadap serangan penyakit. Untuk Udin yang sedang menderita campak, bisa diberikan imunisasi lagi, sebab imunisasi itu bisa mengurangi keparahan penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi (Nelson, 2000). Namun biasanya setelah seseorang terkena campak, dia akan memiliki kekebalan sendiri terhadap campak tersebut dan bertahan sampai seumur hidup (Hadinegoro, 2001). Karena disetiap negara genotip campak berbeda-beda, maka diperlukan vaksin khusus. Di Indonesia, vaksin campak yang digunakan adalah galur (strain) CAM-70 berasal dari genotip A (Salimo, 2008).
 

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
1.      Ketidakberhasilan imunisasi ditentukan oleh faktor host, agent infeksius, dan lingkungan.
2.      Imunisasi campak perlu diadakan pengulangan untuk mencegah terjadinya kegagalan pembentukan antibodi saat imnusiasi pertama.
3.      Radang dan panas merupakan gejala umum dari imunisasi, tetapi setiap imunisasi memilki efek samping yang berbeda-beda karena jenis virus yang dimasukkan pun berbeda-beda.
4.      Imunisasi campak tidak menjamin orang tersebut kebal 100% terhadap campak.
5.      Imunisasi selain dapat mencegah terjadinya suatu penyakit juga dapat berfungsi untuk mencegah komplikasi dan mengurangi keparahan penyakit.

B.     SARAN
1.      Lebih memahami arti penting dilakukannya imunisasi.
2.      Memperhatikan kondisi-kondisi yang bagaimana untuk bisa diberikan imunisasi.

DAFTAR PUSTAKA

 Baratawidjaja, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 Bellanti, Joseph A. 2006. Imunologi. Jogjakarta : UGM Press.
 Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.
 Mansjoer, Arif et. Al. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
 Nelson, Waldo et. Al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Jakarta: EGC.
 Salimo, Harsono. 2008. Manifestasi Klinis, Profil Serologis, dan genotip Virus Campak di Jawa. www.uns.ac.id/cp/penelitian.php?act=idA=250.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar