Cari Blog Ini

Laman

Selasa, 31 Mei 2011

Ventricular Septal Defect (VSD)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab. Faktor-faktor ini adalah: infeksi virus pada ibu hamil (misalnya campak Jerman atau rubella), obat-obatan atau jamu-jamuan, alkohol. Faktor keturunan atau kelainan genetik dapat juga menjadi penyebab meskipun jarang, dan belum banyak diketahui. Misalnya sindroma Down (Mongolism) yang acapkali disertai dengan berbagai macam kelainan, dimana PJB merupakan salah satunya. Merokok berbahaya bagi kehamilan, karena berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dalam kandungan sehingga berakibat bayi lahir prematur atau meninggal dalam kandungan.
PJB terjadi pada 8-10 bayi diantara 1000 bayi lahir hidup. Penyakit ini merupakan kelainan bawaan yang paling sering terjadi (kira-kira 30% dari seluruh kelainan bawaan), dan paling sering menimbulkan kematian khususnya pada neonatus. Setengah dari kasus PJB semestinya sudah dapat dideteksi pada bulan pertama kehidupan, karena memperlihatkan tanda-tanda yang memerlukan pertolongan segera.

Skenario
Seorang anak laki-laki umur 10 tahun diantar ke Puskesmas dengan keluhan batuk pilek. Menurut cerita ibunya, anak tersebut lahir prematur, bila menangis bibir tdak kebiruan, sering batuk pilek dan cepat lelah. Napsu makan sedikit terganggu, berat badan kurang, dan tumbuh kembang anak lambat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi: 90x/menit. Pada inspeksi dinding dadatampak normal. Pada ekstremitas tidak terlihat jari-jari tabuh dan sianosis. Pada palpasi ictus cordis teraba di SIC V 2 cm laeral line medioclavicularis kiri, tidak teraba thrill. Pada perkusi batas jantung di SIC V 2 cm lateral linea medioclavicularis kiri. Pada auskultasi jantung terdengar bising pansistolik (pansystolic murmur/PSM) dengan punctum maksimum dii SIC IV – V parasternal kiri.
Pemerksaan hematologi rutin normal. Pemeriksaan ECG menunjukkan adanya LAD, LVH, LAH. Pemeriksaan thorak foto: CTR  0,60, apeks bergeser ke lateral bawah. Kemudian dokter Puskesmas merujuk anak tersebut pada dokter spesialis jantung.
Apa yang esungguhnya terjadi pada masa anak itu?

Hipotesis
Pasien dalam skenario menderita VSD (VentriculusSeptal Defect)

B.     RUMUSAN MASALAH
  1. Adakah kaitan riwayat lahir prematur dengan penyakit pasien?
  2. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan sering batuk pilek, cepat lelah napsu makan terganggu, berat badan kurang, dan tumbuh kembang lambat terhadap penyakit yang diderita pasien?
  3. Bagaimana kaitan pernah didiagnosa kelainan jantung bawaan dengan penyakit sekarang?
  4. Bagaiamana interpretasi pemeriksaan fisik pasien?
  5. Apa fungsi dilakukannya pemeriksaan penunjang pada pasien dan bagaimana interpretasinya?
  6. Apa yang sesungguhnya terjadi pada pasien tersebut?

C.    TUJUAN
  1. Mengetahui etiologi, patofisiologi, dan patogenesis kelainan jantung bawaan.
  2. Mengetahui sirkulasi darah normal dan abnormal.
  3. Mengetahui hubungan keluhan dengan penyakit pasien.
  4. Mengerti interpretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.

D.    MANFAAT
1.      Dapat memahami seluk beluk penyakit jantung bawaan.
2.      Dapat mengerucutkan permasalahan kardiovaskular menjadi sebuah diagnosa.
3.      Mengetahui interpretasi pemeriksaan fisik dan penunjang pada kasus kardiovaskular.


BAB II
STUDI PUSTAKA

A.    SIRKULASI DARAH
Pada saat lahir, pengembangan mekanik paru-paru dan kenaikan PO2 arterial menyebabkan penurunan tahanan vaskuler pulmonal cepat. Secara serentak, penghentian sirkulasi plasenta bertahan rendah mengakibatkan penambahan tahanan vaskuler sistemik. Curah darah dari ventrikel kanan sekarang mengalir seluruhnya ke dalam sirkulasi pulmonal, dan karena tahanan vaskuler pulmonal lebih rendah daripada tahanan vascular sistemik, shunt  melalui duktus arteriosus berbalik dan menjadi dari kiri ke kanan. Selama perjalanan beberapa hari, PO2 arterial yang tinggi mengkontriksi duktus arteriosus dan ia menutup, akhirnya menjadi ligamentum arteriosum. Kenaikan volume aliran darah dari pulmonal yang kembali ke atrium kiri menaikkan volume dan tahanan atrium kiri cukup untuk secara fungsional menutup foramen ovale, walaupun foramen dapat tetap terbuka dengan probe-paten selama bertahun-tahun.
Ventrikel kiri sekarang dirangkaiakan dengan sirkulasi sitemik tahanan tinggi, dan ketebalan dinding dan massanya mulai bertambah. Ventrikel kiri ini akan memompa darah ke seleruh tubuh melalui aorta. Kemudian darah akan dibawa oleh vena kembali ke jantung masuk ke atrium dekstrum. Darah kemudian dipompakan ke ventriculus desktra lalu mengadapakan oksigenasi ke pulmo melalui arteri pulmonalis. Setelah terjadi pertukaran gas menjadi darah yang kaya okesigen, darah akan dialirkan ke atrium sinistrum melalui vena pulmonalis lalu dipompakan ke ventriculus sinister.
(Nelson, 2000)

B.     KELAINAN JANTUNG BAWAAN
Kelainan jantung bawaan merupakan kelaianan yang sudah terbentuk sejak dalam janin dan nampak ketika bayi tersebut lahir. Defek kongenital pada waktu masih berupa janin dapat ditoleransi dengan baik karena sifat paralel sirkulasi janin dari ibu. Ketika lahir, sudah tidak tergantung ibu sehingga kelainan anatomi menjadi lebih tampak. Etiologi dari kelainan jantung bawaan (kongenital) dapat karena genetik ataupun lingkungan (penyakit pada ibu, obat teratogenik, dll) (Nelson, 2000)
1.      Asianotik
a.       Atrium Septal Defect (ASD)
ASD merupakan kelainan jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interatrial. Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi atas 3 tipe:
1)  Defek Septum Atrium Sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis
2)  Defek Septum Atrium Primum, bila lubang terletak didaerah ostium primum.
3)  Defek sinus venosus, bila lubang terletak didaerah sinus venosus.
ASD sering tidak ditemukan pada pemeriksaan rutin karena keluhan baru timbul pada decade 2-3 dan bising yang terdengar tidak keras. Pada kasus dengan aliran pirau yang besar keluhan cepat lelah timbul lebih awal. Gagal jantung pada nenonatus hanya dijumpai pada kurang lebih 2% kasus. Sianosis terlihat bila telah terjadi penyakit vaskuler paru (sindrom eisenmenger)
Penderita ASD seringkali disertai bentuk tubuh yang tinggi dan kurus, dengan jari-jari tangan dan kaki yang panjang. Aktifitas ventrikel kanan meningkat dan tak teraba thrill. Bunyi jantung kesatu mengeras, bunyi jantung kedua terpisah lebar dan tidak mengikuti variasi pernafasan (wide fised split). Bila tejadi hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi jantung kedua mengeras dan pemisahan kedua komponen tidak lagi lebar. Terdengan bising sistolik ejeksi yang halus disela iga II parasternalis kiri. Bising mid-diastolik mungkin terdengar di sela iga IV parasternal kiri, sifatnya menggenderang dan meningkat dengan inspirasi. Bising ini terjadi akibat aliran melewati katup tricuspid yang berlebihan, pada defek yang besar dengan rasio aliran pirau interatrial lebih dari 2. bising pansistolik regurgitasi mitral dapat terdengar di daerah apeks pada defek septum atrium primum dengan celah pada katup mitral atau pada defek septum atrium sekuntum yang disertai prolaps katup mitral.
(Hanafiah dkk, 2003)

b.      Ventricular Septal Defect (VSD)
VSD merupakan kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikular. Lubang tersebut dapat hanya 1 atau lebih (swiss cheese VSD) yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Berdasarkan lokasi lubang, VSD diklasifikasikan dalam 3 tipe:
1)  Perimembranous, bila lubang terletak didaerah septum membranous dan sekitarnya.
2)  Subarterial Doubly commited, bila lubang terletak didaerah septum infundibuler.
3)  Muskuler, bila lubang terletak didaerah septum muskuler inlet, outlet ataupun trabekuler.
Besar dan arah shuny tergantung 2 hal, yaitu besar kecilnya defek dan tekanana pulmonal (Robbins, 2007). Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah. Bila aliran pirau kecil biasanya tidak menimbulkan keluhan, tetapi bila besar akan memberikan keluhan seperti kesulitan waktu minum atau makan karena cepat lelah atau sesak dan sering mengalami batuk serta infeksi saluran nafas ulang. Ini mengakibatkan pertumbuhan lambat.
Penderita VSD dengan aliran pirau yang besar biasanya terlihat takipneu. Aktifitas ventrikel kiri meningkat dan dapat terba thrill sistolik. Komponen pulmonal bunyi jantung kedua mengeras bila terjadi hipertensi pulmonal. Terdengan bising holosistolik yang keras disela iga 3-4 parasternal kiri yang menyebar sepanjang parasternal dan apeks. Pada aliran pirau yang besar, dapat terdengar bising middiastolik didaerah katup mitral akibat aliran yang berlebihan. Tanda-tanda gagal jantung kongestif dapat ditemukan pada bayi atau anak dengan aliran pirau yang besar.
Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru dan Sindrom Eisenmenger, penderita tampak sianosis dengan jari-jari berbentuk tabuh, bahkan mungkin disertai tanda-tanda gagal jantung kanan.
(Hanafiah dkk, 2003)

c.       Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka. Duktus arteriosus merupakan pembuluh darah yang menghubungkan aorta (pembuluh arteri besar yang mengangkut darah ke seluruh tubuh) dengan arteri pulmonalis (arteri yang membawa darah ke paru-paru), yang merupakan bagian dari peredaran darah yang normal pada janin. Sebuah ductus arteriosus paten kecil sering tidak menyebabkan gejala. Bayi dengan patent ductus arteriosus kemungkinan besar kesulitan mengalami kenaikan berat badan. Sedangkan anak-anak dengan ductus arteriosus paten kemungkinan tidak seaktif anak normal. Anak tersebut juga berpotensi paru-parunya terinfeksi.
Tanda dan gejala ductus arteriosus paten bervariasi sesuai dengan cacat dan usia kehamilan pada saat bayi dilahirkan. Pada patent ductus kecil mungkin seringkali tanda-tanda atau gejala tak terdeteksi untuk beberapa waktu. Sedangkan patent ductus besar bisa menyebabkan gagal jantung. Seorang bayi prematur memiliki masalah lain yang berhubungan dengan prematuritas. Meski demikian, ductus arteriosus paten yang besar dapat menyebabkan:
* Tidak nafsu makan      
* Berkeringat saat menangis atau bermain         
* Bernapas cepat atau sesak napas         
* Mudah lelah    
* Denyut jantung cepat  
* Sering infeksi paru-paru 
(Rilantono dkk, 2003)

d.      Insufisiensi Mitral
Insufisiensi mitral akibat reuma terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna waktu sistol. Perubahan-perubahan pada katup mitral adalah kalsifikasi, penebalan dan distorsi daun katup. Selain itu, pemendekan korda tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel terutama bagian posterior dan dapat juga terjadi dilatasi anulus atau ruptur korda tendinea.
Selama fase sistol terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri. Waktu diastol, darah dari atriuk kiri mengalir ke ventrikel kiri. Darah yang mengalir tersebut berasal dari regurgitan dari ventrikel dan dari paru-paru melalui vena pulmonalis. Ventrikel kiri cepat distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, korda tendinea dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ketiga.
(Rilantono dkk, 2003)

e.       Mitral stenosis
Tanda dan gejala ductus arteriosus paten bervariasi sesuai dengan cacat dan usia kehamilan pada saat bayi dilahirkan. Pada patent ductus kecil mungkin seringkali tanda-tanda atau gejala tak terdeteksi untuk beberapa waktu. Sedangkan patent ductus besar bisa menyebabkan gagal jantung. Seorang bayi prematur memiliki masalah lain yang berhubungan dengan prematuritas. Meski demikian, ductus arteriosus paten yang besar dapat menyebabkan:
* Tidak nafsu makan      
* Berkeringat saat menangis atau bermain         
* Bernapas cepat atau sesak napas         
* Mudah lelah    
* Denyut jantung cepat  
* Sering infeksi paru-paru 
(Rilantono dkk, 2003)

f.       Insufisiensi Aorta
Aorta insufisiensi (AI), juga dikenal sebagai regurgitasi aorta (AR), adalah bocor dari katup aorta dari jantung yang menyebabkan darah mengalir dalam arah sebaliknya ventrikel selama diastole, dari aorta ke dalam ventrikel kiri. Insufisiensi aorta dapat disebabkan oleh kelainan katup aorta baik atau akar aorta (awal aorta).
(Anonim, 2008)

g.      Stenosis Aorta
Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta. Dinding ventrikel kiri menebal karena ventrikel berusaha memompa sejumlah darah melalui katup aorta yang sempit.
Otot jantung yang membesar membutuhkan lebih banyak darah dari arteri koroner. Persediaan darah yang tidak mencukupi akhirnya akan menyebabkan terjadinya nyeri dada (angina) pada waktu penderita melakukan aktivitas. Berkurangnya aliran darah juga dapat merusak otot jantung, sehingga curah jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh. Gagal jantung yang terjadi menyebabkan kelemahan dan sesak nafas ketika melakukan aktivitas.
(Anonim, 2008)

  1. Sianotik
Sianosis didefinisikan sebagai peningkatan kadar Hb tereduksi dalam darah hingga mencapai >5 gr/dl. Sianosis dapat dideteksi sebagai sianosis sentral dan perifer.
1.      Sianosis sentral terlihat di mukosa bibir dan lidah
2.      Sianosis perifer terlihat di ekstremitas (terutama kuku jari)
Bila dikaitkan dengan kasus penyakit jantung bawaan, sianosis berkaitan erat dengan adanya kelainan jantung dengan shunt kanan-ke-kiri yang menyebabkan darah yang miskin oksigen kembali beredar ke dalam tubuh, sehingga saat digunakan untuk beraktivitas (pada bayi terutama saat menangis) tidak terdapat cukup oksigen untuk memenuhi peningkatan kebutuhan tubuh.
Jari tabuh merupakan mekanisme kompensasi tubuh apabila terjadi sianosis. Ada beberapa hipotesis mengenai jari tabuh. Berikut adalah beberapa pendapat mengenai patofisiologi jari tabuh:
1.      Hipoksemia yang dialami jaringanmenyebabkan vasodilatasi pembuluh darah disertai peningkatan pembuluh darah. Hal tersebut meningkatkan pembentukan kapiler-kapiler darah dan hipertrofi jaringan sekitar,
2.      Adanya vasodilator (misal: ferritin, prostaglandin, bradikinin, adenine nucleotide, dan 5-hydroxitriptamia). Patofisiologi ini berkaitan dengan penyakit jantung congenital dengan sianosis. Adanya shunt kanan-ke-kiri menyebabkan aliran darah dapat langsung masuk dari ruang jantung kanan ke kiri (tanpa melewati paru-paru), sehingga vasodilator yang seharusnya dirombak di paru-paru oleh enzim 15-HGPD dapat kembali ke peredaran sistemik. Efek vasodilator ini meningkatkan proliferasi sel-sel di ekstremitas dan menginduksi hipertrofi.
3.      Mekanisme saraf, yaitu apabila terjadi gangguan pada organ yang dipersarafi sistem vagal.
4.      Genetik à defek pada gen pembentuk enzim HGPD
5.      Peningkatan PDGF (Platelet Derived Growth Factor) yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan hipertrofi jaringan ikat.
(Schwartz, 2008)

Tetralogy Fallot
Merupakan kelainan jantung bawaan biru (sianotik), yang terdiri dari 4 kelainan, yaitu : defek septum ventrikel perimembranous, stenosis pulmonal infundibuler, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.
Anak dengan kelainan ini akan biru sejak lahir karena hipoksia, pertumbuhan badan kurang dari anak sebayanya. Gejala yang khas adalah spel sianotik dimana anak-anak tiba-tiba tampak lebih biru, pernafasan cepat, kesadaran menurun, dan kadang kadang disertai kejang. Kelainan ini biasanya dialami pada usia 3 bulan sampai 3 tahun dan sering timbul pada anak ketika bangun pagi atau setelah BAB. Demam juga dapat dijadikan sebagai pencetus. Kelainan ini punya insidensi tertinggi dari seluruh kelainan jantung bawaan biru (50%).
Karakteristik kelainan ini adalah :
1.      Sianotik pada mukosa mulut dan kuku, terkadang disertai jari tabuh.
2.      S1 normal tetapi S2 terpisah dengan komponen pulmonal melemah.
3.      Terdengar bising sistolik ejeksi di SIC II parasternal kiri.
4.      Pada elektrokardiogram tampak gambaran deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan, terkadang disertai hipertrofi atrium kanan.
5.      Pada ECG tampa defek septum ventrikel jenis perimembranous dengan overriding aorta ±50% dan penebalan infundibulum ventrikel kanan.
(Hanafiah dkk, 2003)

C.    PEMERIKSAAN HEMATOLOGI
1.      Laboratorium Rutin
a.       Darah
Pemeriksaan darah tepi meliputi hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit dan hematokrit.
1.       Hitung sel darah
Dilakukan untuk menegakkan diagnose gagal jantung, endokarditis bakteri,dan demam reumatik (terdapat leukositosis), serta sianosis berat (trombositopeni). Pada infark miokard akut, leukositosis sedang (12.000-15.000) dapat terjadi terutama pada 5-7 hari pertama. Leukositosis, eosinofilia, dan absennya sel blas pada pasien gagal jantung dapat mengindikasikan endokarditis Loeffler. Pada polisitemia sekunder pasien gagal jantung congenital sianosis, eritrosit berbentuk mikrositik dan hipokrom akibat defisiensi Fe. Bila terdapat eritrosit yang nukleasi dan Howell Jolly bodies, gagal jantung yang diderita telah disertai asplenia.
2.       Hematokrit (Hc) dan Hemoglobin (Hb)
Hematokrit merefleksikan kadar O2 arterial. Pada pasien kelainan jantung kongenital sianosis, kadar Hc dan Hb meningkat. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan aliran darah ke paru akibat stenosis pulmonal, pirau antara arteri sistemik dan paru yang imbalance, atau penyakit pembuluh darah paru progresif.   Kadar Hb dan Hc juga digunakan untuk mendeteksi anemia yang menjadi penyerta atau penyebab utama penyakit jantung.
3.       Laju endap darah (LED)
Pada infark miokard akut, LED meningkat hari kedua atau ketiga serangan dan mencapai puncaknya hari 4-5 dan menetap selama beberapa minggu. LED, CRP, dan leukosit juga meningkat pada pasien demam reumatik akut. Pada pemeriksaan serologi pasien demam reumatik, dapat ditemukan antibody antistreptolisin O yang bertahan selama 2 minggu setelah fase akut.
(Hanafiah  dkk, 2003)
b.      Urin
Test ini untuk mendeteksi dan memantau kelainan intrinsik dari ginjal dan saluran kencing, atau perubahan sekunder akibat penyakit lain.
2.      Laboratorium spesifik
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pemnyakit jantung dan pembuluh darah tertentu (sebagai penunjang diagnosis). Pemeriksaan ini salah satunya adalah pemeriksaan enzim jantung, seperti
a.       CK
b.      Isoenzim CK_MB
c.       Troponin
d.      SGOT
e.       LDH
f.       Alfa HBDH
g.      CRP
h.      Anti-Streptosilin-O
(Rilantono dkk, 2003)

D.    ECG
Sewaktu impuls jantung melewati jantung, arus listrik juga akan menyebar dari jantung ked alam jaringan di sekitarnya. Sebagian kecil dari arus listrik ini akan menyebar ke segala arah di seluruh permukaan tubuh. Bila pada kulit yang berlawanan dengan sisi tubuh ditempatkan elektroda, maka potensial listrik yang dicetuskan oleh listrik tersebut akan dapat direkam, rekaman ini disebut sebagai elektrokardiogram.
Elektrokardiogram normal terdiri dari sebuah gelombang P, sebuah kompleks QRS dan sebuah gelombang T. gelombang P disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan sewaktu atrium berdepolarisasi sebelum kontraksi atrium dimulai. Gelombang dalam keadaan normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Gelombang P dari sinus yang normal tidak lebih lebar dari 0,11 detik (3 kotak kecil) dan tingginya tidak melebihi 2,5 mm. Pembesaramn atrium dapat meningkatkan amplitude atau lebar gelombang P\ serta mengubah bentuk gelombang P.
Kompleks QRS disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan sewaktu ventrikel berdepolarisasi sebelum berkontraksi. Amplitude gelombang ini besar karena banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar cukup cepat. Normalnya lama kompleks QRS antara 0,06-0,10 detik. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan amplitude kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung.
Gelompang T disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan sewaktu ventrikel pulih dari keadaan depolarisasi. Di dalam otot ventrikel proses ini normalnya terjadi 0,25-0,35 detik sesudah depolarisasi. Inverse gelombang T berkaitan dengan Infark myocard.
Pada abnormalitas atrium kiri (kelainan konduksi dengan atau tanpa pembesaran/hipertrofi), interval P melebar ≥ 0,12 detik. Sering gelombang P berlekuk karenba mampunyai 2 puncak.
Hipertofi vebtrikel kiri (LVH) memberikan tanda-tanda yang cukup jelas pada EKG. Voltase untuk gelombang R meninggi, interval QRS maanjang ≥ 0,09 detik.
LAD (Left Axis Deviation) merupakan representasi dari adanya pembesaran jantung ke arah kiri. Tinjauan vector pada bidang frontal menunjukkan sumbu P dan QRS yang bergeser ke arah kiri.
(Guyton and Hall, 2007)

E.     RADIOGRAFI THORAX
Untuk mendapatkan gambaran dari bayangan jantung, dibutuhkan sebuah foto thorax dengan proyeksi Postero Anterior (PA). Untuk mendapatkan foto thorax yang baik, maka harus mengikuti Teknik Radiografi Thorax yang benar.
Setelah foto thorax PA sudah jadi, maka untuk membuat perhitungan CTR (Cardio Thoracis Ratio) nya harus dibuat garis-garis yang akan membantu dalam perhitungan CTR.


Ketentuan : Jika nilai perbandingan di atas nilainya 50% (lebih dari/sama dengan 50% maka dapat dikatakan telah terjadi pembesaran jantung (Cardiomegally)
(Gray, 2002)


BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien anak laki-laki yang berumur 10 tahun datang dengan keluhan sering batuk pilek. Anak tersebut juga cepat lelah, napsu makan sedikit terganggu, dan berat badan kurang. Dari anamnesis ternyata anak tersebut mempunyai riwayat lahir prematur. Dari riwayat ini sudah bisa dipikirkan berbagai kemungkinan yang mendasari gejala-gejala yang timbul ditambah dengan adanya faktor lain. Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, prematur merupakan bayi lahir hidup yang dilahirkan sebelum 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir dan berat badan lahir mencapai 2.500 gr atau kurang (Dorland, 2002). Dari sini bisa dikatakan bahwa prematur merupakan kelahiran yang belum waktunya. Ketika masih di dalam janin, organ-organ terus berkembang hingga mencapai bentuk maksimal sehingga ketika lahir bisa mengkompensasi keadaan yang sangat berbeda. Jika bayi lahir sebelum waktunya, berarti perkembangan organ juga belum sempurna sehingga sangat dimungkinkan terjadi suatu kelainan dari organ yang belum sempurna tersebut atau yang biasa disebut dengan kelainan kongenital. Selain itu, bayi prematur membutuhkan inkubator untuk mematangkan pembentukan organ yang mungkin belum sempurna. Dengan begitu, bayi tidak bisa mendapat kolostrum dari ibu dimana kandungan IgA nya sangat tinggi untuk pertahanan mukosa. Dari kondisi seperti itu ditambah lagi sistem imun bayi yang belum siap berperang meningkatkan kemungkinan untuk terserang infeksi sehingga sering sakit (Price and Lorraine, 2005), yang pada kasus ini adalah batuk pilek berulang. Keadaan ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dari anak tersebut, karena asupan yang seharusnya untuk organ tubuh, direbut oleh agen infeksius untuk berkembang. Hal ini tercermin pada kasus tersebut dimana berat badan anak kurang.
Keluhan sering batuk pilek, cepat lelah, nafsu makan terganggu, dan berat badan kurang juga bisa berkaitan dengan penyakit kelainan jantung bawaan yang pernah didiagnosis pada pasien ketika masih balita. Fungsi jantung adalah memompa darah untuk menyediakan oksigen, nutrien, dan hormon ke seluruh tubuh serta mengangkut sisa metabolisme dari seluruh tubuh (Ronny dkk, 2009). Apabila jantung mengalami suatu kelainan, berarti jantung tidak bisa melakukan fungsinya secara sempurna. Cardiac output mengalami penurunan yang berakibat berkurangnya asupan nutrisi ke jaringan-jaringan sehingga metabolisme jaringan tersebut pun terganggu sehingga timbul keadaan cepat lelah (Nelson, 2000). Pada keadaan normal, tubuh aktif membentuk antibodi, tapi karena mekanisme yang sudah dijelaskan tersebut, pembentukan pun terhambat, sehingga tidak punya sistem pertahanan yang kuat dan akhirnya mudah terserang penyakit. Sama halnya dengan pertumbuhan yang lambat dan juga napsu makan yang terganggu.
Kelainan jantung bawaan itu banyak jenisnya. Untuk mendiagnosis pasien seperti ini, harus mengerucutkan diagnosis banding yang ditetapkan melalui pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan. Macam-macam kelainan jantung bawaan sudah dijelaskan dalam BAB II. Tahap pertama adalah menetukan ada tidaknya sianosis pada penderita. Dalam kasus ini tidak ditemukan adanya sianosis. Dapat diketahui dari hasil anamnesis yang menyatakan bahwa pada waktu bayi, anak tersebut tidak tampak kebiruan saat menangis dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adnya sianosis dan jari tabuh. Hubungan dan mekanisme hari tabuh terhadap sianosis juga sudah dibahas dalam BAB II. Sampai di sini, diagnosa banding pasien sudah dapat lebih dikerucutkan menjadi kelainan jantung bawaan yang asianotik. Selanjutnya, pada palpasi ictus cordis teraba di SIC V 2 cm lateral linea medioclavicularis (normal: medial linea medioclavicularis) dan perkusi batas jantung di SIC V 2 cm lateral linea medioclavicularis kiri (normal: medial linea medioclavicularris kiri) menunjukkan bahwa terjadi pembesaran atrium dan ventriculus kiri. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat peningkatan beban kerja jantung, baik volume maupun tekanannya. (Nelson, 2000). Kondisi ini dapat memberikan gambaran bahwa kelainan jantung terletak di kiri. Kelainan itu dapat berupa kelainan di septum (atrium atau ventriculus) atau di katupnya (bisa insifisiensi atau stenosis). Katup yang mengalami kelaianan dintara mitralis atau aorta, karena yang mengalami kelainan adalah jantung bagian kiri.
Pada pemeriksaan fisik selanjutnya, ditemukan bising pansistolik. Bising pansistolik merupakan bising yang terjadi sepanjang sistolik, yaitu mulai S1 – saat sebelum S2. Bising ini sering ditemukan pada kasus regurgitasi (insufisiensi) mitralis dan Ventricle Septal Defect (VSD) (Gray, 2002). Bising tersebut titik puncaknya adalah pada SIC IV – V parasternal kiri. Jika stenosis mitralis dan insufisiensi aorta, kemungkinan besar tidak, karena bising akan terjadi saat diastolik, sedangkan pada kasus ini adalah saat sistolik. Stenosis aorta tidak mungkin juga, karena puncaknya sampai pada daerah aksila kanan. Sedangkan pada insufisiensi aorta, bising terjadi saat diastole. Kemungkinan yang tersisa adalah insufisiensi mitralis dan VSD. Mengacu kembali pada penyebaran bising, insufisiensi mitralis bisa disingkarkan. Pada kelaianan ini, bising menyebar ke atas sampai dengan aksila. Dengan demikian kemungkinan terbesar adalah VSD (Ventricel Septal Defect). Mekanisme VSD dalam menimbulkan manifestasi seperti gejala pada pasien tersebut sudah dijelaskan dalam BAB II. Tekanan darah pasien tersebut didapatkan hasil 120/80 mmHg (normal umur 9 – 15 th: 85 – 125 / 50 – 80 mmHg) dan denyut nadi 90x/menit (normal: 55 – 11x/menit). Hasil tersebut masih dalam range yang normal (Guyton and Hall, 2007).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh dokter tersebut adalah untuk mengoreksi diagnosis banding menuju diagnosis pasti. Pemeriksaan hematologi rutin pada penderita kelainan jantung bawaan (kongenital) adalah untuk menentukan ada tidaknya sianosis. Pemeriksaan ini diatakan normal apabila tidak terdapat peningkatan Hb dan hematokrit. Dan pada sediaan darah tepi, eritrosit tidak menunjukkan mikrositik hipokrom (Hanafiah  dkk, 2003). Lalu pemeriksaan ECG didapatkan hasil LAD (Left Axis Deviation) yang menunjukkan pergeseran axis jantung karena terjadi pembesaran atrium dan ventrikel kiri. Selain LAD juga didapatkan LVH (Left Ventricel Hypertrophy) dan LAH (Left Atrium Hypertrophy). Pemeriksaan Foto Thorax yang menunjukkan CTR (Cardio Thoracis Ratio) o,60 (normal: <0,50) menunjukkan pembesaran jantung (Hanafiah  dkk, 2003).
VSD apabila dibiarkan atau tidak segera diobati akan menimbulkan komplikasi hipertensi pulmonal yang akhirnya menjadi gagal jantung (Robbins, 2007). Komplikasi tersering dari penyakit ini adalah endokarditis infektif, untuk itu perlu diberikan antibiotik profilasi endokarditis infektif (Nelson, 2000). Jika defect yang terbentuk besar, dapat dilakukan operasi untuk menutup defect tersebut (Gray, 2002). Tapi ada beberapa kondisi yang mengkontraindikasikan dilakukannya operasi, yaitu kenaikan resistensi vaskular paru sebesar 7 – 8 unit dan apabila ukuran defect <8 mm tanpa ada keluhan pembesaran jantung kanan (Ghanie, 2007). Biasanya bila defect yang terjadi kecil, dengan bertambahanya usia akan menutup dengen sendirinya pada masa kanak-kanak atau remaja sehingga tidak perlu dilakukan penutupan. Tetapi jika lubangnya besar, meskipun gejalanya minimal, dilakukan penutupan lubang untuk mencegah terjadinya kelainan yang lebih berat. Biasanya lubang ini ditutup dengan sebuah tambalan, pada beberapa kasus hanya perlu dilakukan penjahitan tanpa harus menambal lubang.
Pembedahan biasanya dilakukan pada usia pra-sekolah (2-5 tahun). Jika terjadi gagal jantung kongestif, diberikan obat digitalis dan diuretik (Gray, 2002).


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
  1. Kelainan jantung bawaan merupakan kelaianan yang sudah terbentuk sejak dalam janin dan nampak ketika bayi tersebut lahir, yang bisa berhubungan dengan genetik atau efek dari kondisi ibu.
  2. Bayi prematur memiliki prevalensi yang tinggi untuk terkenan penyakit jantung bawaan.
  3. Cardiac output yang rendah mengakibatkan kurangnya asupan oksigen ke jaringan sehingga menimbulkan rendahnya sistem imun dan terganggunya metabolisme.
  4. Bising pansistolik terdengar sepanjang sistole dimana terjadi kontraksi ventrikel.
  5. Jari tabuh merupakan tanda terjadinya sianosis.
  6. Pergeseran apex ke lateral bawah menandakan terjadi pembesaran jantung bagian kiri.

B.     SARAN   
  1. Pemeriksaan kesehatan saat hamil perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan pada janin.
  2. Saat kehamilan, sebisa mungkin menghindari penggunaan obat-obatan terutama yang dapat meracuni janin.
  3. Pada kelaianan jantung bawaan perlu diketahui apakah terjadi sianosis atau tidak karena penanganannya pun akan berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Stenosis Aorta. www.medicastore.com
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.
Ghanie, Ali. 2007.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Jantung Kongenital Pada dewasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gray, H. Huon. 2002. Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Guyton, A.C., John E. Hall, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hanafiah, Asikin, dkk. 2003. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A and Lorraine M Wilson. 2005. Patofisologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Rilantono, Lily I, et.al. 2003. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FK UI
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ronny dkk. 2009. Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.
Schwartz, Robert. 2008. Clubbing of the Nail. http://emedicine.medscape.com/article/1105946-overview.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar