Cari Blog Ini

Laman

Selasa, 31 Mei 2011

Sistem Pencernaan

A.    ANATOMI DAN EMBRIOLOGI APENDIKS
Sistem digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi duodenum distal muara duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon asendens, dan ½ sampai ¾ bagian oral kolon transversum. Premordium sekum dan apendiks Vermiformis (cecal diverticulum) mulai tumbuh pada umur 6 minggu kehamilan, yaitu penonjolan dari tepi antimesenterium lengkung midgut bagian kaudal. Apendiks mengalami pertumbuhan memanjang dari distal sekum selama kehamilan. Selama masa pertumbuhan bayi, terjadi juga pertumbuhan bagian kanan-depan sekum, akibatnya apendiks mengalami rotasi kearah postero-medial dan menetap pada posisi tersebut yaitu 2,5 cm dibawah katup ileosekal, sehingga pangkal apendiks di sisi medial. Organ ini merupakan organ yang tidak mempunyai kedudukan yang menetap didalam rongga abdomen. Posisi apendiks retrosekal paling banyak ditemukan yaitu 64% kasus.
Pada 65% kasus apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan apendiks memungkinkan bergerak dalam ruang geraknya tergantung pada panjangnya mesoapendiks. Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal yaitu di belakang sekum, dibelakang kolon askenden atau tepi lateral kolon askenden. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak dari apendiks. Pada posisi retrosekal, kadang-kadang appendiks menjulang kekranial ke arah ren dekster, sehingga keluhan penderita adalah nyeri di regio flank kanan. Dan kadang diperlukan palpasi yang agak dalam pada keadaan tertentu karena appendiks yang mengalami inflamasi ini secara kebetulan terlindungi oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi Letak appendik mungkin juga bisa di regio kiri bawah hal ini dipakai untuk penanda kemungkinan adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai melintasi linea mediana abdomen, sehingga bila organ ini meradang mengakibatkan nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus malrotasi usus kadang appendiks bisa sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster atau hepar lobus kanan.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara 2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli (taenia libra, taenia omentalis, taenia mesocolica), kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc Burney. Kira-kira 5% penderita mempunyai apendiks yang melingkar ke belakang sekum dan naik (ke arah kranial) pada posisi retroperitoneal di belakang kolon askenden. Apabila sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin apendiks bisa terletak di mana saja di dalam kavum abdomen. Pada anak-anak apendiks lebih panjang dan lebih tipis daripada dewasa oleh karena itu pada peradangan akan lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun, omentum mayus masih tipis, pendek dan lembut serta belum mampu membentuk pertahanan atau pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis umum karena apendisitis akut lebih umum terjadi pada anak-anak daripada dewasa (Raffensperger. Apendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot longitudinal, mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini memungkinkan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut , 1990).
Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya menempel pada sekum. Apendiks pada bayi berbentuk konikal. Panjang apendiks bervariasi dari 2 – 20 cm dengan panjang rata-rata 6 – 9 cm. Diameter masuk lumen apendiks antara 0,5 – 15 mm. Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada epitel kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli diperbatasan antara sekum dan apendiks. Pada masa bayi folikel kelenjar limfe submukosa masih ada. Folikel ini jumlahnya terus meningkat sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 pada usia 12 – 20 tahun. Setelah usia 30 tahun ada pengurangan jumlah folikel sampai setengahnya, dan berangsur menghilang pada usia 60 tahun. Mesoapendiks terletak dibelakang ileum terminal yang bergabung dengan mesenterium intestinal.
Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks, sehingga apabila terjadi trombus pada appendiksitis akuta akan berakibat berbentuk gangren, dan bahkan perforasi dari appendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Kadang-kadang pada mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak panda dinding sekum. Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir (immobile). Kadang-kadang arteri apendikularis berjumlah dua. . Namun demikian pangkal appendik ternyata mendapatkan vaskularisasi tambahan dari cabang-cabang kecil arteri sekalis anterior dan posterior .
Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi ileosekal Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua noduli limfatisi yang terletak pada mesoapendiks. Dari sini cairan limfe berjalan melalui sejumlah noduli limfatisi mesenterika untuk mencapai noduli limfatisi mesenterika superior. Syaraf apendiks berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula disekitar umbilikus.
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dicurahkan ke sekum
Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan valvula Gerlach . Dengan adanya benda-benda asing yang terperangkap dalam lumen apendiks, posisinya yang mobil, dan adanya kinking, bands, adhesi dan lain-lain keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan semakin diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.
Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila terjadi peradangan apendiks adalah omentum. Ini merupakan salah satu alat pertahanan tubuh apabila terjadi suatu proses intraabdominal termasuk apendiks. Pada umur dibawah 10 tahun pertumbuhan omentum ini pada umumnya belum sempurna, masih tipis dan pendek, sehingga belum dapat mencapai apensdiks apabila terjadi peradangan apendiks. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab lebih mudah terjadi perforasi dan peritonitis umum pada apendisitis anak.
Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumen bagian proksimal menyempit , bagian distal melebar. Hal ini berlawanan pada bayi, sehingga menyebabkan rendahnya insidensi appendisitis pada usia tersebut.
Secara histologis mempunyai 4 lapisan yaitu tunika :
- Mukosa
- Sub mukosa , banyak terdapat limfoid
- Muskularis
Terdapat Stratum circulare(dalam) dan stratum longitudinale (luar), stratum longitunale merupakan gabungan dari ke-3 taenia coli.
- Serosa, hanya pada appendiks letak intraperitoneal
Posisi appendik :
1.        Ileocecal
2.        Antecaecal  , di depan caecum
3.        Retrocaecal  , Intra dan Retro peritoneal
4.        Anteileal
5.        RetroIleal
6.        Pelvical
(Anonim, 2010)

B.     APENDISITIS
Apendisitis merupakan peradangan dari apendiks vermiformis (Mansjoer et.al, 2008). Puncak insidensinya pada decade 2 atau 3. Perbandingan resiko pria lebih besar dubanding wanita, dengan rasio 1,5:1. 50% - 80% kasus terjad akibat obstruksi (Robbins, 2007).  Obstruksi (ligasi) apendiks menyebabkan peningkatan intralumen yang melebih tekanan darah sistolik yang memperburuk kongesti vena sehingga terjadi iskemi, nekrosis, bahkan sampai perforasi. Obstruksi tersebut dapat disebabkan beberapa hal, yaitu bahan tinja (fekalit) yang dapat mengeras dan mengapur, edema mukusa yang dapat disertai infeksi virus/bakteri (Yersinia, Salmonella, Shigella), bias juga karena tumor karsinoid, benda asing, dan Ascaris, tapi jarang menimbulkan apendisitis (Nelson, 2000).
Patologi apendisitis ada 3 fase. Fase pertama adalah obstruksi yang menyebabkan mukus menghasilkan mukosa yang berlebih sehingga terjadi bendungan, semakin lama semakin banyak, tetapi elastisitas dinding terbatas mengakibatkan peningkatan tekanan intralumen (Mansjoer et.al, 2008) dan memperburuk kongesti vena. Lalu terjadilah iskemia mukosa yang menyebabkan nekrosis dan ulserasi (Nelson, 2000). Fase ini disebut apendisitis  akut (Mansjoer et.al, 2008).Fase ke dua ditandai oleh infiltrasi bakteri dengan infiltrate radang menembus semua lapisan didnding apendiks (Nelson, 2000). Hal tersebut disebabkan oleh tersumbatnya aliran limfe karena peningkatan tekanan intralumen. Akibatnya terjadilah edem dan diapedesis bakteri. Apabila radang terus memburuk, maka akan terjadi perluasan peradangan ke peritoneum setempat yang diseut apendisitis supuratif akut (Mansjoer et.al, 2008). Fase ke tiga sudah terjadi nekrosis dinding yang diikiuti gangrene (apendisitis gangrenosa). Semakin lamaakan menyebabkan perforasi dan kontaminasi peritoneum (apendisitis perforasi). Biasanya perforasi terjadi pada ujung apendiks, distal dari obstruksi fekalit (Nelson, 2000).
Tiga gejala klasik apendisitis adalah nyeri, muntah, panas. Awal obstruksi apendiks berupa nyeri periumbilikalis, emesis jarang dijumpai, dan tidak nafsu makan. Demam subfevril menunjukkan belum terjadi perforasi dengan peritonitis. Bila nyeri berpindah ke kanan bawah, menandakan radang sudah memburuk. Sampai akhirnya terjadi nyeri di seluruh bagaian abdomen menandakan telah terjadi peritonitis. Apabila keterlambatan diagnosis dan penanganan selama 48 – 72 jam menyebabkan terjadinya perforasi yang ditandai dengan timbulnya kembung dan pada auskultasi bising usus sudah menghilang. Jika hal itu terus berlanjut, dapat terjadi ileoparalitik (Nelson, 2000).


Anonim. 2010. Apendiks. www.bedahugm.com
Mansjoer, Arif et.al. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

NYERI PERUT
Nyeri perut (abdominal pain) yang merupakan keluhan yang sangat bervariasi pada pasien karena sifat nyeri sendiri begitu subyektif, namun ditinjau dari aspek pendekatan diagnosis sakit perut merupakan salah satu kunci utama untuk menegakkan diagnosis penyakit sistem pencernaan. Ada beberapa macam nyeri perut, yaitu:
1.      Nyeri Visceral Abdomen
Disebabkan oleh rangsangan mekanik (regangan, spasme) dan rangsangan kimiawi (inflamasi, iskemia). Nyerinya berupa rasa tumpul, terbakar, dan batas tidak jelas. Nyeri ini dapat dibagi berdasarkan lokasi titik awal nyeri dan lokasi yang dijalarkan, yaitu:
a.       Foregut
à Dijalarkan ke epigastrium, dimnan organ yang mungkin menimbulkan nyeri adalah lambung, duodenum, dan pankreas.
b.      Midgut
à Dijalarkan ke area periumbilikal. Organnya adalah small bowel dan colon ascendens.
c.       Hindgut
à Dijalarkan ke area suprapubik dengan organ yang nyeri adalah colon ascendens.
(Paulman, 2007)
2.      Nyeri peritoneum parietal
Nyeri yang ditimbulkan tajam dan batasnya jelas. Timbul apabila ada regangan karena pembesaran organ.
3.      Reffered pain
Merupakan nyeri yang dijalarkan ke bagian tubuh lain. Misalnya iritasi diafragma dijalarkan ke bahu.

Ada beberapa etiologi nyeri perut, diantaranya:
1.      Inflamasi peritoneum parietal (perforasi, peritonitis, appendisitis, divertikulitis, pankreatitis, kolesistitis)
2.      Kelainan mukosa visceral (tukak peptik, inflamatory bowel disease, kolitis infeksi, esofagitis)
3.      Obstruksi viseral (ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu)
4.      Regangan kapsula organ (hepatitis, kista ovarium, pielonefritis)
5.      Gangguan vaskular (iskemia atau infark intestinal)
6.      Gangguan motilitas (irritable bowel syndrome, dispepsia fungsional)
7.      Ekstra abdominal (herpes, trauma muskuloskeletal, infark miokard dan paru)
(Djojoningrat, 2007)


Djojoningrat, Dharmika. 2007. Pendekatan Klinis Penyakit Gasrrointestinal. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesritas Indonesia.
Paulman Paul M., Audrey A. Paulman, Jeffrey D. Harisson.2007.Abdominal Pain in: Taylor’s 10 Minutes Diagnosis Manual.2nd edition.Nebraska:Lippincott Williams & Wilkins,pp:176-9.

HEPATITIS D
Virus Hepatitis D (HDV, virus delta) merupakan virus RNA berukuran 35 – 37 nm yang tidak biasa karena membutuhkan HBsAg untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang infeksis (Price and Lorraine, 2005). HDV tidak dapat bereplikasi tanpa koinfeksi dengan HBV untuk menyediakan fungsi-fungsi sintetik virus (Sacher and Richard, 2004) Sehingga hanya penderita positif HBsAg yang dapat terinveksiHDV. Penanda serologis antara lain antigen (HDAg) (yang menandakan infeksi akut dini) dan antibodi (anti HDV) (yang menunjukkan adanya infeksi pada saat ini atau infeksi di masa lalu). Penularannya terjadi terutama melalui serum. Masa inkubasinya diyakini seperti HBV sekitar 1 – 2 bulan. HDV dapat timbul sendiri sebagai infeksi akut, kronis, atau ko-infeksi atau superinfeksi dengan HBV (Price and Lorraine, 2005). Pengukuran anti-HDV seharusnya diminta hanya pada kasus infeksi HBV yang sudah dikonfirmasi, yang perburukan klinisnya terjadi tanpa sebab yang jelas (Sacher and Richard, 2004).

HEPATITIS E
HEV adalah suatu virus RNA untai tunggal yang kecil yang berdiameter kurang lebih 32 – 34 nm dan tidak berkapsul. HEV merupakan jenis hepatitis non-A, non-B yang ditularkan secara enterik melalui jalur fekal-oral. Dapat dilakukan pemeriksaan serologis untuk HEV menggunakan pemeriksaan imun enzim yang dikodekan secara khusus. Penyakit ini paling sering menyerang usia dewasa muda sampai pertengahan. Masa inkubasi sekitar 6 minggu .
(Price and Lorraine, 2005).

HEPATITIS G
Virus Hepatitis G (HGV) adalah suatu flavivirus RNA yang mungkin menyebabkan hepatitis fulminan. HGV ditularkan melalui hubungan seksual. Kelompok yang beresiko adalah individu yang menjalani transfusi darah, tertusuk jarum suntik, pengguna obat melalui intravena, atau pasien hemodialisis. Saat ini, pemeriksaan PCR merupakan satu-satunya metode pendeteksi HGV yang tersedia.
(Price and Lorraine, 2005).


REFERENSI :
Price, Sylvia A and Lorraine M Wilson. 2005. Patofisologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Sacher, Ronald A and Richard A McPherson, 2004. Tinjauan Klinis hasil pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar